Press "Enter" to skip to content
STRESSING BAPAK USKUP RUTENG PADA PENUTUPAN SIDANG PASTORAL POSTNATAL 2024

STRESSING BAPAK USKUP RUTENG PADA PENUTUPAN SIDANG PASTORAL POSTNATAL 2024

Romo Vikjen, Para Romo Vikep, Pater Provinsial, Romo Ferry, Para Imam, Suster, Para Ketua Pelaksana Dewan Pastoral Paroki, dan seluruh peserta sidang pastoral postnatal yang dikasihi Tuhan,

Setelah “berjalan bersama” dalam doa dan sabda, dalam dialog dan refleksi, dalam aksi dan kontemplasi selama beberapa hari di Wae Lengkas, tibalah kita di penghujung sidang pastoral postnatal 2024 ini. Dengan penuh syukur saya mengajak kita semua, bersama Santo Fransiskus dari Asisi mengangkat hati kepada Sang Khalik dan memuliakan Dia: Laudato Si! Terpujilah Engkau, Tuhan!

Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh peserta sidang, secara khusus kepada para pemateri dan panitia sidang, serta tak lupa kepada para suster putri Karmel dan timnya yang telah berkontribusi terhadap lancar dan suksesnya sidang pastoral ini. Kita juga bersyukur karena kita telah menghasilkan satu dokumen sidang yang akan menjadi tonggak dan pedoman arah bagi program-program Ekologi Integral Tahun 2024 di Keuskupan Ruteng kita tercinta.
Dalam momentum perjumpaan pastoral ini, kita juga telah mendengar, melihat, dan membagikan pelajaran berharga dan kisah bermakna yang terpatri dalam jejak-jejak pelayanan pastoral kita di tahun yang telah lewat 2023. Sekaligus setelah refleksi pastoral bersama yang intensif, inovatif dan kreatif, terbit fajar cerah dalam budi dan bergelora komitmen teguh dalam hati kita, untuk mewujudkan program pastoral Ekologi Integral di tahun 2024 ini: Harmonis, Pedagogis dan Sejahtera (HPS). Karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam, tak henti-hentinya saya mengucapkan terima kasih berlimpah kepada para romo/pater di Paroki dan Lembaga, Dewan Paroki, Pelayan Stasi dan KBG yang telah dan akan terus “berjibaku” di tengah-tengah umat agar mereka semakin mengalami dan merasakan kasih Tuhan yang tak berkesudahan dalam hidup ini.

Para peserta sidang pastoral yang terkasih!

Dalam pelbagai keberhasilan karya pastoral, kita juga dengan rendah hati dan tulus telah menemukan dan mengakui kendala-kendala pastoral yang terjadi selama ini. Semuanya bisa dipilah atas dua. Pertama, masih ada paroki-paroki (lembaga) yang belum menjalankan program-program tertentu, meskipun hal-hal itu sebetulnya dapat dilakukan oleh mereka. Kedua, ada paroki-paroki (lembaga) yang menjalankan program pastoral secara belum optimal, bahkan “asal-asalan”.

Tentu ada berbagai sebab yang melatarbelakangi problematika ini. Misalnya keterbatasan tenaga (SDM: Sumber Daya Manusia), dan kekurangan dana (SDF: Sumber Daya Finansial) di paroki (lembaga). Namun saya ingin mengarahkan perhatian kita pada satu hal penting ini, yakni: faktor kepemimpinan di paroki (lembaga). Karena kita semua tahu bahwa kunci pelayanan pastoral di paroki (lembaga) terletak di pundak Pastor Paroki (Pimpinan Lembaga) dan Ketua Pelaksana Dewan. Mereka tidak hanya menjadi pemimpin umat, tetapi juga menjadi “role model”, penuntun dan teladan. Pertanyaannya: Sejauh manakah kita telah berupaya keras dan sungguh untuk mengimplementasikan program-program pastoral bersama di paroki dan lembaga masing-masing? Di sini sangat pentinglah evaluasi diri. Janganlah bermental “easy going”, yaitu membiarkan semuanya berjalan rutin dan normal, padahal ada hal yang “abnormal” sedang terjadi di paroki saya atau lembaga saya.

Setelah menemukan kondisi motivasi dan komitmen kita, perlu digali lebih jauh: bagaimanakah caranya meningkatkan mutu komitmen kita? Dengan kata lain, bagaimana saya memperkuat spiritualitas pelayanan saya? Untuk itu saya mengajak kita semua, agar dalam kesibukan pastoral selalu mengambil waktu untuk refleksi dan meditasi. Sebab kebiasaan demikian sangat penting untuk melihat dengan jernih kondisi dan dinamika pelayanan kita sehari-hari. Lebih dari itu dalam momentum tersebut, kita juga dapat merasakan kehadiran Allah yang dengan lembut dan intim memasuki relung-relung budi dan hati kita. Dengan itu kita dapat memperoleh “insight” serta “power” baru dari-Nya untuk membarui komitmen reksa pastoral kita.

Dalam Tahun Ekologi Integral ini, Bapa Suci Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si mengajak kita untuk mengembangkan kontemplasi ekologis. Yaitu: keselarasan yang jernih dan intim dengan alam dan berjumpa Sang Khalik dalam keagungan dan keindahan ciptaan-Nya (LS 225). Mari kita selalu menyapa alam dan membiarkan diri dijamah oleh yang Ilahi melalui angin sepoi basah, cahaya mentari pagi, dan kicauan burung di hutan. Mari kita juga mengedukasi umat dan menguatkan spiritualitas umat, untuk merasakan kehangatan cinta dengan Allah dalam perjumpaan lembut dengan alam raya.
Seluruh program kita di tahun ini bukanlah sekedar aksi sosial ekologis belaka. Tetapi juga adalah karya iman. Hemat saya, bila kita semua menyadari, merasakan dan menghayati kegiatan ekologis sebagai bagian integral dari iman, maka kita pasti memiliki komitmen yang sungguh, tulus dan teguh untuk mengimplementasikannya. Sebagai karya iman, program-program ekologis kiranya juga menggerakkan kita untuk keluar dari batas-batas diri kita sebagai makhluk yang fana untuk mencapai cakrawala ilahi yang tak terbatas. Dalam kesadaran dan komitmen demikian, karya pastoral ekologis menjadi momentum transendensi. Oleh belaian kasih Ilahi, kata Paus Benediktus XVI, kita dapat menanjak dari karya-karya ciptaan “kepada kebesaran Allah dan Rahmat kasih-Nya” (LS, 78).
Peserta sidang pastoral yang dikasihi Sang Khalik!

Allah telah menciptakan universum dengan segala isinya untuk semua makhluk. Tidak ada satu pun yang dikecualikan. Tetapi fenomena ironis yang terjadi adalah penguasaan yang berlimpah dan serakah terhadap sumber-sumber alam oleh sekelompok kecil orang, sementara sebagian besar orang hanya memiliki sedikit atau bahkan tak memiliki apa-apa. Keserakahan ini mengakibatkan eksploitasi alam dan bencana alam yang korban-korban pertama dan utamanya adalah orang-orang miskin. Karena itu Paus Fransiskus mengajak kita untuk secara simultan melakukan perlindungan alam dan perhatian serta komitmen terhadap kaum miskin papa. Ekologi berkaitan dengan pembagian yang adil dari sumber-sumber daya alam yang ada di muka bumi ini (LS,94). Oleh sebab itu saya mengajak kita semua untuk dalam tahun ini menggalakkan aksi-aksi perawatan dan pelestarian alam ciptaan sekaligus diakonia terhadap orang-orang rentan di sekitar kita.

Komitmen ekologis dan diakonia mengandaikan pembaruan gaya hidup yang ugahari. Hanya dengan hidup sederhana, tidak materialistis dan konsumtif, kita sedang menjaga keutuhan ciptaan dan dapat berbagi dengan orang miskin dan menderita. Obsesi konsumsi membuat orang tidak pernah puas dalam hidupnya. Sebaliknya ugahari membuat orang “menghargai hal-hal kecil, berterima kasih atas kesempatan yang ditawarkan oleh kehidupan, tanpa kelekatan pada apa yang kita miliki atau kesedihan atas apa yang tidak kita miliki” (LS 222). Dalam hidup ugahari, orang memiliki barang dunia secara sedikit, tetapi memiliki rahmat Allah berlimpah-limpah. Dirinya kosong secara materiil sehingga dapat diisi dengan berlimpah-limpah oleh sukacita injili.

Karya pastoral ekologi integral: harmonis, pedagogis, sejahtera (HPS) 2024 kiranya menjadi kidung iman kita yang indah. Saya menutup stressing ini dengan mengutip Paus Fransiskus dalam surat apostolik Laudate Deum 2013: “Jika alam semesta berkembang dalam Allah yang memenuhinya sepenuhnya… ada makna mistis dalam sehelai daun, dalam sebuah lintasan alam, dalam embun, dalam wajah orang miskin. Dunia bernyanyi tentang Cinta yang tak terbatas: bagaimana mungkin kita tidak peduli?

Ruteng, 11 Januari 2024
Mgr. Siprianus Hormat

Comments are closed.