Sidang Pastoral Keuskupan Ruteng di Rumah Ret-Ret Maria Bunda Karmel Wae Lengkas berlangsung 9 – 13 Januari 2023. Rangkaian sesi rapat selama beberapa hari itu menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk dilaksanakan pada Tahun Pastoral Ekonomi Berkelanjutan 2023.
Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat pada sesi terakhir rapat memberikan penegasan atas hasil yang dicapai pada rapat para agen pastoral sekeuskupan itu. Berikut adalah isi lengkap materi penegasan akhir atau stressing oleh Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat.
Rm. Vikjen, para Romo Vikep, Pater Provinsial, Para Romo/Pater Pastor Paroki, pimpinan Dewan Paroki, pimpinan Lembaga, serta seluruh peserta sidang yang dikasihi Tuhan.
Dengan penuh syukur dan sukacita kita telah melaksanakan sidang pastoral post natal 9-13 Januari 2023 ini dan akan segera menutupnya secara resmi. Sidang ini telah kita bingkai dan isi tidak hanya dengan refleksi, dialog, dan sharing bersama saja tetapi telah kita lalui juga dengan doa dan ibadat bersama, makan dan minum bersama, bacarita dan bersenda gurau bersama. Semua hal ini memperlihatkan persaudaraan, dan persekutuan kita sebagai murid-murid Kristus dan Gereja Keuskupan Ruteng. Dengan ini kita sejatinya seperti harapan Paus Fransiskus telah “bersinode”. Sidang ini tidak sekedar pertemuan asah dan rumus gagasan, tetapi terlebih “sebuah jalan menjadi Gereja, di mana umat Allah memiliki hak dan tanggungjawab untuk mensyeringkan pengalaman gerejawinya, dan mengungkapkan mimpi-mimpi dan harapan-harapannya sebagaimana juga kecemasan-kecemasan dan pertanyaan-pertanyaannya” (Sinode Universal, dokumen persiapan #1).
Karena itu, saya menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh peserta sidang ini. Secara khusus kami menghaturkan limpah terima kasih kepada para pemateri yang telah memperkaya sidang pastoral ini dengan gagasan-gagasan bernas. Tak lupa kami mengungkapkan pengharagaan sekaligus kebanggaan kami kepada panitia. Anda semua telah mendesain dan mengorganisir sebuah pertemuan pastoral yang bermakna dan bermanfaat bagi reksa pastoral yang kontekstual dan holistik. Saya juga menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya karena kondisi kesehatan yang kurang fit tidak dapat mengikuti dengan penuh kebersamaan yang indah dan bermakna dalam seluruh sidang pastoral ini.
Sidang pastoral kita mengusung tema Pastoral Ekonomi Berkelanjutan: Sejahtera, Adil, dan Ekologis (SAE). Keterlibatan Gereja Keuskupan Ruteng dalam pengembangan dan penguatan kehidupan sosial ekonomi umat telah dimulai sejak saat kelahirannya di bumi Nuca Lale ini. Para misionaris datang ke sini tidak hanya untuk mewartakan Kerajaan Allah melalui kata-kata tetapi juga melalui perbuatan nyata karya karitatif maupun diakonia transformatif. Setelah itu Gereja terlibat aktif dan kreatif untuk turut membangun sarana dan prasara umum, seperti jalan, air, irigasi; sarana dan prasarana Kesehatan; mendukung pembangunan pertanian, perkebunan, peternakan umat, serta mendirikan sekolah-sekolah dan menyelenggarakan pendidikan.
Beragam karya sosial ekonomi Gereja tersebut dilakukan bukan sekedar karena tuntutan sosial kemiskinan umat tetapi digerakkan oleh hakikat dan perutusan Gereja untuk mengikuti jejak Sang Guru yang mewartakan kabar baik dan pembebasan bagi kaum miskin, sengsara, dan sakit (Luk. 4: 18-21). Perintah Yesus “kamu harus memberi mereka makan” (Mrk 6:37), tidak hanya berlaku untuk para rasul, tetapi harus terus menggema, mengusik, dan menggerakkan kita semua murid-muridNya di jaman ini. Karya penebusan Kristus pada hakikatnya menyangkut penyelamatan umat manusia tetapi merangkum seluruh tata dunia juga termasuk ranah ekonomi (Apostolicam Actuositatem, 5). Partisipasi aktif Gereja dalam pengembangan sosial ekonomi demi kesejahteraan manusia dan perdamaian merupakan wujud nyata kiprahnya untuk mengembangkan Kerajaan Kristus di tengah sejarah (GS, 72).
Para peserta sidang pastoral terkasih,
Meskipun Gereja tidak memiliki kompetensi teknis dan tidak mempunyai resep jadi tentang suatu model pengembangan ekonomi, Gereja mengajarkan dalam terang injil prinsip-prinsip yang dapat menjadi kriteria penilaian dan penuntun tindakan dalam dunia kehidupan ekonomi (Kompendium ASG, 7). Melalui ajaran sosialnya, Gereja memberikan instrumen moral dan pastoral untuk menilai situasi sosial yang kompleks dan menjadi orientasi dalam level personal dan kolektif yang menginspirasi cara bertindak dan keputusan demi terwujudnya humanisme solider yang holistik di tengah-tengah dunia.
Kompetensi utama Gereja adalah kompetensi etis. Gereja berkapabilitas dan berkewajiban menilai dan menuntun aktivitas dan proses ekonomi yang selaras dengan nilai-nilai Injil, seperti kesejahteraan umum, martabat pribadi manusia, solidaritas, universalitas harta benda, mendahulukan kaum miskin, dan subsidiaritas. Menurut Josep Kardinal Ratzinger (Paus Benediktus XVI) dalam sebuah seminar tentang Gereja dan Ekonomi di Vatikan tahun 1986: “Ekonomi tanpa etos bakal jatuh dalam kaos, sebalinya etika tanpa kompetensi ekonomis akan terjerumus dalam moralisme”. Menurut beliau ekonomi dan etika saling membutuhkan demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi setiap dan semua orang.
Selanjutnya kompetansi khas Gereja dalam ranah ekonomi adalah kompetensi spiritual. Kehidupan manusia dan kesejahteraannya tidak hanya ditentukan oleh pemenuhan kebutuhan jasmaninya. Ketercukupan materi tidak akan pernah memberikan kepuasan sejati kepada manusia. Orang baru dapat merasakan kedamaian dan kebahagiaan sejati dalam persatuan dengan Allah. Santo Agustinus melantunkan doa yang indah: “hatiku rindu padaMu Tuhan dan jiwaku resah gelisah sampai beristirahat padaMu”. Maka dari itu, seluruh pembangunan ekonomi dan pembaruan sosial tidak akan mampu mengobati kerinduan manusia akan kebahagiaan sejati dan cinta yang langgeng. Karena manusia merindukan yang abadi dan dipanggil kepada kehidupan Ilahi yang hanya ditemukannya dalam diri Allah (GS, 10). Hakikat transendental manusia dan kompetensi spiritual inilah yang ditawarkan Gereja kepada tata dunia ekonomi.
Dalam sidang ini kita juga telah mendiskusikan secara mendalam pelbagai rencana perubahan dalam kesejahteraan hidup umat (outcome) dan aneka program yang membantu perwujudannya (output). Maka, kita, Gereja juga memiliki kompetensi diakonia dalam dunia ekonomi. Selain lewat tindakan karitatif, Gereja juga berkapabilitas untuk mendampingi kelompok rentan melalui promosi, animasi, dan fasilitasi sehingga mereka dapat secara mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjadi semakin sejahtera.
Untuk itu kami mengapresiasi dan mendukung berbagai program yang ditelurkan dalam sidang pastoral ini, seperti program edukasi, penguatan spriritual, pengembangan pertanian dan perkebunan berkelanjutan, pelanjutan program pariwisata terintegrasi dimensi ekonomis, pengembangan pasar dan penguatan modal ekonomi umat, pengembangan UMKM di paroki, pelatihan ekonomi generasi milenial, program ekonomi untuk kelompok rentan, serta gerakan-gerakan nilai dan habitus kewirausahaan.
Para peserta sidang pastoral postnatal yang dikasihi Tuhan,
Dewasa ini kita hidup dalam arus deras kapitalisme dengan segala dampak ikutannya yang menggoda, meninabobo, dan merasuki kehidupan kita. Gaya hidup materialistis, konsumtif, dan hedonistis serta prinsip untung rugi semakin mempengaruhi bahkan dapat merusak kehidupan pribadi dan sosial kita. Paus Fransiskus mengkritik pedas sistem ekonomi yang merudksi manusia hanya pada kebutuhan konsumtifnya belaka. Sistem demikian memperlakukan manusia tidak sebagai pribadi tetapi sebagai barang komersial yang dipakai dan kemudian dibuang bila tidak berguna lagi (EG, 53). Lebih dari itu, sistem demikian mengeksploitasi alam sebesar-besarnya demi keuntungan ekonomis dan pada gilirannya mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sangat parah. Oleh sebab itu, Paus mengajak untuk mengembangkan perekonomian yang tidak hanya terarah pada kemajuan ekonomi tetapi juga bermanfaat bagi keadilan sosial dan integritas ciptaan. Itulah yang kita perjuangkan dalam fokus program pastoral tahun ini, Ekonomi SAE: Sejahtera, Adil, dan Ekologis.
Maka marilah kita mengayunkan langkah bersama-sama serta bahu-membahu bersama-sama umat untuk melaksanakan aneka program ekonomi SAE. Mari kita bangun jejaring yang intensif dan kokoh dengan Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan, dan Lembaga adat dan semua pihak berkehendak baik untuk mengembangkan ekonomi berkelanjutan. Kita tak boleh berkecil hati atau berluntur semangat karena banyaknya program dan kompleksitasnya. Sebab kita memiliki aneka potensi dan kapital/modal. Pertama, modal manusia (human capital) berupa jumlah umat dan paroki yang banyak dengan kekuatan dan komitmen sumber daya manusianya. Kedua, modal fisik/material (physical capital) berupa tanah dan sumber alam yang melimpah. Ketiga, modal sosial (social capital) berupa ekonomi solider dalam tradisi keluarga-sosial-kultural kita, dan kearifan lokal Manggarai yang selaras dengan spirit ekonomi berkelanjutan. Akhirnya, tetapi yang terpenting, kita memiliki modal spiritual (spiritual capital) berupa kekuatan iman dan etis kristiani yang menuntun dan menggerakkan hidup kita.
Kita berkomitmen dan berjuang agar seluruh dinamika ekonomi semakin mensejahterakan umat, mewujudkan keadilan sosial dan merawat keutuhan ciptaan. Mari kita persembahkan karya dan karsa kita dalam mebangun dunia yang baru ke dalam pelukan kasih Ilahi seraya sujud membuka diri terhadap hujan rahmatNya, agar “keadilan bermekaran dan kemakmuran berlimpah” (Mzm. 72:7) di bumi Manggarai Raya tanah Nuca Lale Keuksupan Ruteng tercinta.
Ruteng, 12 Januari 2023
Dalam persaudaraan sidang pastoral,
Uskupmu,
Mgr. Siprianus Hormat
Comments are closed.