Press "Enter" to skip to content

Pariwisata Berkelanjutan Lahir dari Teologi Kebangkitan

KEUSKUPANRUTENG.ORG-Dalam perayaan ekaristi puncak Festival Golo Koe yang sekaligus pesta Santa Maria Assumpta pada Hari Jumat, 15 Agustus 2025, Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat membawakan homili/kotbah yang sangat bernas dan kontekstual. Berikut bagian kedua dari Kotbah tersebut:

(Bagian kedua Kotbah)

“Kristus Sebagai Buah Sulung”-Ketika Harapan Mendapat Tubuh Abadi (LUKAS 1:39-56)

Paulus berkata dengan keyakinan yang menggetarkan: “Kristus telah bangkit sebagai ἀπαρχή—aparchē—buah sulung dari orang-orang yang telah meninggal.” Aparchē… tahukah kalian apa artinya? Ini bukan sekadar “yang pertama”. Ini adalah buah terbaik, yang dipersembahkan kepada Allah sebagai jaminan bahwa seluruh panen akan berhasil. Ketika petani memberikan aparchē, ia berkata: “Tuhan, ini yang terbaik dari ladangku. Dan seperti yang terbaik ini, seluruh hasil panenku akan kupersembahkan kepada-Mu.”

Logika Paulus sederhana tetapi mengguncang dunia; Adam pertama menyeret kita dalam kematian, Adam baru yakni Kristus menarik kita masuk kehidupan. Akhirnya, “musuh terakhir yang dibinasakan ialah maut”. Di manakah Maria dalam misteri yang dahsyat ini?

Dalam iman Gereja—yang ditegaskan secara resmi setelah pertimbangan yang mendalam—Maria, yang sempurna bersatu dengan Putranya, mendahului Gereja dalam kemuliaan: sesudah menyelesaikan hidup di dunia, diangkat ke surga jiwa dan raga. Artinya, saudara/iku: di dalam diri Maria, buah Paskah Kristus telah berbuah penuh. Yang kita rayakan sore ini bukan dongeng indah, bukan harapan kosong, melainkan tanda profetis tentang masa depan kita semua.

Tubuh manusia—tubuh kita yang berkeringat di bawah terik matahari Flores, tubuh kita yang lelah setelah menarik jala dari laut, tubuh kita yang menua —tubuh yang adalah ciptaan Allah yang baik ini tidak ditakdirkan untuk dibuang seperti sampah, tetapi untuk dimuliakan seperti tubuh Maria. Dan kalau tubuh manusia dimuliakan, maka seluruh ciptaan—”rumah bersama” kita—tidak boleh dipakai seenaknya seperti tisu sekali pakai!

Penanaman Mangrove di Pantai Pasir Panjang Wae Watu dan Pantai Binongko dalam Festival Golo Koe

Disinilah kita menjadi yakin bahwa Pariwisata berkelanjutan lahir dari teologi kebangkitan! Hormat pada tubuh berarti menghargai martabat pekerja hotel, keamanan pemandu wisata, hak-hak perempuan penjual ikan, masa depan anak-anak kita. Hormat pada bumi: pantai yang bersih, terumbu karang yang hidup, hutan bakau yang hijau, air laut yang jernih. Hormat pada budaya: tarian yang dibawakan dengan kesadaran sakral, songke yang ditenun dengan doa, bahasa ibu yang diwariskan dengan bangga.

Kita bukan pemilik mutlak atas semua keindahan ini. Kita adalah pengelola yang akan dimintai pertanggungjawaban. Dan suatu hari—seperti Maria yang diangkat ke surga—kita semua akan berdiri di hadapan Allah dan ditanya: “Apa yang telah kamu lakukan dengan anugerah yang Kuberikan?”.

Comments are closed.