Press "Enter" to skip to content
Penanaman pandan atau reá dalam bahasa setempat di kebun paroki rekas

Melestarikan Topi Reá Kempo

Bagi masyarakat Manggarai Barat dan Manggarai pada umumnya, topi dengan bentuk seperti kopiah tetapi terbuat dari daun pandan sudah tidak asing lagi. Banyak orang memakainya pada acara formal ataupun santai, mulai dari kalangan masyarakat biasa di kampung-kampung, para pejabat pemerintah setempat, tokoh masyarakat bahkan pemuka agama. Dengan bentuk dan dominasi warna dasar merah yang sama, kecuali motif gambarnya yang beragam, identitas sebagai orang Manggarai terasa menguat dengan memakai topi itu.

Media Komsos bersama Komisi Pariwisata dan Budaya Keuskupan Ruteng bersama Vikep Labuan Bajo berkesempatan mendengar banyak cerita tentang topi reá khas Kempo di sela-sela kegiatan seminar dalam rangka perayaan Hari Pariwisata Sedunia Tingkat Keuskupan Ruteng di Pastoran Paroki Rekas, Sabtu 24 September 2022. Sekelompok ibu pengrajin topi itu dari kampung Rekas diundang khusus untuk menunjukkan bahan-bahan, cara pembuatan topi re’a serta ragam motiv gambar yang ada pada topi.

Vikep Labuan Bajo bersama ibu-ibu pengrajin Topi Reá di Pastoran Paroki Rekas

Ada sejumlah wilayah di Kabupaten Manggarai Barat tempat topi kopiah dari daun pandan itu dibuat, cerita mereka, beberapa di antaranya yaitu Kampung Rekas dan beberapa kampung sekitarnya di Kecamatan Mbeliling. Ini sejalan dengan kondisi iklim wilayah itu yang sesuai bagi pandan atau Reá untuk tumbuh dan berkembang untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan topi kopiah pandan. Kemudian, keterampilan mengolah dan menganyam daun pandan yang terpelihara karena diwariskan turun temurun di kalangan pengrajin topi yang kebanyakan kaum ibu di wilayah itu. Dengan berkembangnya pariwisata Labuan Bajo dan Flores dan makin populernya pemakaian topi itu oleh berbagai kalangan masyarakat, kerajian tangan menganyam topi re’a makin menguntungkan dan lebih serius dilakukan.

“Butuh waktu dua sampai tiga hari untuk menganyam satu topi. Itu untuk menganyam saja, belum termasuk mengolah daun re’a,” ungkap Katarina, salah satu dari kelompok ibu-ibu pengrajin itu.

Sejak diambil dari sumbernya sampai digunakan untuk menganyam topi, daun pandan atau daun re’a melewati sejumlah tahap olahan dan membutuhkan waktu empat sampai lima hari. Daun-daun itu direbus, diberi pewarna alami, direndam dalam lumpur, dijempur, dibelah menjadi kecil-kecil. Tahap tahap itu dilakukan agar daun daun pandan itu lentur, tidak rapuh dan bertahan lama.

Tidak ada filosofi khusus yang mendasari pilihan motif gambar pada topi re’a. Gambar-gambar itu diambil sesuai selera kebanyakan orang, seperti gambar bintang, rumah adat Manggarai dan komodo.
“Selain gambar, bisa juga menulis nama atau pesan tertentu pada topinya,” lanjut ibu Katarina.

Menanam Reá untuk Topi Khas Kempo

Tidak hanya menggali banyak informasi dan cerita dari para pengrajin topi reá, Panitia Perayaan Hari Pariwisata Sedunia Tingkat Keuskupan Ruteng melakukan penanaman pandan atau reá di kebun paroki Rekas, Sabtu 24 September 2022.

Direktris BPOLBF Shana Fatina mengambil bagian dalam penanaman pandan di Kebun Paroki Rekas

Penanaman simbolis dilakukan oleh Sekjen Keuskupan Ruteng Rm Manfred Habur Pr, Vikep Labuan Bajo Rm Rikard Manggu Pr, Ketua Komisi Pariwisata dan budaya Keuskupan Ruteng Rm Ino Sutam Pr, Direktris Badan Badan Pelaksana OtoritaLabuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina, Pastor Paroki Rekas Yeremias Bero SVD, Camat Mbeliling dan Dewan Pastoral Paorki Rekas.

Penanaman pandan ini sebagai bentuk dukungan terhadap kerajian anyam topi re’a masyarakat kampung Rekas dan sekitarnya. Terutama ketika belakangan ini permintaan topi semakin banyak. Ini perlu diimbangi dengan penyiapan bahan mentahnya yaitu tanaman reá atau pandan.

Comments are closed.