Oleh : RD Martin Chen | Direktur Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng
(1 Juni 2025: Yoh 17:20-26)
“In Ullo Uno Unum”: Dalam kesatuan kita adalah satu, demikian motto Paus Leo XIV. Melalui motto ini beliau ingin menggarisbawahi keanekaragaman umat Katolik yang dipersatukan dalam Kristus yang satu. Persekutuan yang menjadi komitmen kepausan bapa suci memiliki dua gerakan. Pertama, gerakan ad intra, pesekutuan ke dalam Gereja, di antara umat Katolik (Kristiani), yang selama ini tidak lepas dari ketegangan, pertentangan dan bahkan bahaya perpecahan. Kedua, gerakan ad extra, ke tengah masyarakat dunia yang tak putus-putusnya dilanda oleh konflik, permusuhan dan peperangan antar bangsa.
Doa Yesus dalam injil Yohanes hari minggu ini juga berfokuskan persatuan. Sebelum Dia berpisah dari para murid-Nya dan kembali kepada Bapa di Surga, Yesus memohon, “supaya mereka semua menjadi satu.” Kiranya Yesus telah mengendus bahaya perpecahan yang terjadi di kalangan para murid-Nya, sekaligus mengingatkan pentingnya untuk merawat persatuan. Persatuan bukanlah sesuatu yang otomatis terjadi (taken for granted). Justru karena itulah ia perlu terus menerus diperjuangkan, dan juga tak henti-hentinya didoakan. Karena persatuan sejatinya bukan pertama-tama hasil usaha manusia, tetapi anugerah Allah. Itulah yang ditunjukkan Yesus dalam doa-Nya, “sama seperti Engkau, ya Bapa, ada di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita.” (Yoh 17). Persatuan antar manusia hanya terwujud, manakala orang berakar pada kesatuan Ilahi. Relasi kasih yang mempersatukan Bapa dan Putera inilah yang menjadi dasar persatuan para murid.

Dengan demikian ditunjukkan pula oleh Yesus apa yang menjadi sumber persatuan dan persekutuan yaitu cinta. Persekutuan terjadi apabila orang peduli dan terlibat dalam hidup yang lain. Persatuan terwujud bila orang mengutamakan kepentingan bersama dan kesejahteraan bersama. Sebaliknya ketika orang dipenjara oleh egoismenya, maka persatuan sulit terwujud. Kalau orang hanya mementingkan diri sendiri, maka persekutuan akan tergerogoti. Hal ini dapat kita saksikan paling jelas dalam kehidupan keluarga. Ketika suami isteri hanya menuntut dari pasangan, dan tidak bergerak untuk memahami dan menerima pasangan apa adanya, di situ keretakan hubungan rentan terjadi. Jadi persekutuan membutuhkan cinta. Itulah sebabnya dalam doa tentang kesatuan para murid-Nya kepada Bapa-Nya, Yesus melanjutkan, “supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.” (Yoh 17). Hanya dalam semangat dan kekuatan kasih Allah inilah, persekutuan para murid, persatuan Gereja, dapat terwujud.
Hari Minggu Paskah ke-7 ini, Gereja juga merayakan Hari Komunikasi Sedunia. Persis komunikasi inilah yang menjadi sarana ampuh persekutuan. Seperti yang terjadi dalam pengalaman banyak orang, tidak sedikit perselisihan terjadi karena miskomunikasi. Sebaliknya, orang merawat dan merenda persekutuan melalui komunikasi timbal balik yang intensif dan suportif satu sama lain. Selamat berhari minggu dan berkomunikasi dalam kasih Kristiani. Tuhan memberkati….
Comments are closed.