Press "Enter" to skip to content

Inspirasi Minggu: Dalam Dekapan Pangkuan Abraham

Oleh: RD Martin Chen | Direktur Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng

(Minggu 26C, 28 Sept 26: Luk 16:19-31; Am 6:1a.4-7)

Kisah injil Lukas hari minggu ini tentang Lazarus dan orang kaya sangatlah memukau hatiku sejak kecil. Bukan hanya isinya yang beralur dramatis tetapi juga gaya penceritaan “kontras” (gaya pertentangan) yang disajikan sangat menarik oleh Yesus melalui perumpamaan. Dengan metode ini, Yesus ingin memperlihatkan dengan terang dan tegas isi pewartaannya. Ternyata Yesus tidaklah hanya seorang teolog yang brillian tetapi juga sungguh seorang katekis yang handal.

Marilah kita menyusuri gaya kontras penceritaan Yesus yang sangat indah. Dilukiskan oleh-Nya hidup Lazarus yang sungguh bertolak belakang dengan hidup si kaya. Jika si kaya selalu berpakain ungu dari kain halus, pakaian mewah kalangan bangsawan saat itu, maka Lazarus bahkan tak punya kain penutup tubuhnya. Yang menjadi pakaiannya adalah borok-borok (kudis bernanah) yang menghiasi seluruh badannya.  Bila si kaya setiap hari berpesta pora dalam kemewahan, atau dalam bahasa zaman kita, “bergaya hidup hedon”, maka Lazarus selalu berkubang dalam lumpur penderitaan. Nasibnya sangat miris. Bukan hanya secara fisik ia lapar terus menerus, tetapi ironisnya sisa makanan yang jatuh dari meja pesta si kaya, hanya dapat ditatapnya dengan lidah yang berlumur air liur (“delep”) dari jauh. Bahkan secara moral dan sosial ia jatuh terpuruk ke dalam dunia yang levelnya lebih rendah dari hewan. Anjing anjing yang justru mendapat remah-remah makanan dari meja perjamuan si kaya, menjilati borok-borok badan Lazarus yang kelaparan.

Puji Tuhan, nasib naas Lazarus ini berubah total di dunia seberang. Dengan nada kontras diceritakan bahwa dalam kematian ia jatuh dalam pelukan Abraham, bapa bangsa Israel, sedangkan si kaya terbuang ke dalam nyala api yang tak pernah padam. Posisi mereka kini terbalik: Lazarus berada di atas, merasakan damai surgawi, sedangkan si kaya menderita di bawah dalam tubir neraka yang mengerikan.

Antara keduanya kini terbentang jurang lebar yang tak terseberangi? Dari manakah jurang ini? Bukan dari Allah. Bukan juga dari balas dendam Lazarus. Jurang ini berasal dari si kaya itu sendiri. Dari EGOISMEnya. Dari hati yang membatu terhadap jeritan penderitaan yang lain. Dari gaya hidup hedon yang terjebak dalam kenyamanan dan kemewahan sehingga tak peduli dengan kemelaratan dan rintihan pertolongan sesama. Jadi neraka bukan diciptakan Allah, sebab Allah hanya menciptakan kebaikan. Neraka berasal dari manusia, yang menutup dirinya terhadap Allah (dan sesama). Neraka berarti terpisah dari Allah selamanya karena orang menolak uluran belas kasih ilahi dalam hidupnya.

Egoisme ini melilit si kaya bahkan terbawa sampai ke dunia seberang. Bukannya meminta ampun pada Lazarus tetapi dia malah hanya peduli pada dirinya. Lazarus harus datang menolongnya. Si kaya harus tetap menjadi pusat. Bahkan Lazarus ingin terus diperlakukannya sebagai hamba hina dina yang disuruhnya melalui Abraham untuk membawa setetes air kepadanya. Dia ingin tetap menjadi bos yang dilayani seorang pesuruh. Egoisme dirinya juga tampak ketika ia meminta Abraham untuk mengutus orang agar memberitahukan saudara saudaranya yang masih hidup sehingga kelak tak mengalami nasib naas seperti dirinya. Dalam konstruksi pikirannya semua saudaranya berperilaku sama sepertinya. Akhirnya, jawaban Abraham memahkotai egoismenya: bila orang tak mendengar kesaksian Musa dan para nabi yang telah mewartakan Sabda Allah, maka biarpun seseorang bangkit dari antara orang mati (lagi lagi merujuk pada Lazarus dalam injil Yohanes), orang tak akan bertobat. Sejak lama Allah telah menyapa si kaya dan umat Israel melalui hukum taurat dan kitab para nabi, tapi dalam kedegilan hatinya, si kaya mengabaikan Sabda Allah. Egoismenya telah menutup dirinya sedemikian sehingga ia tak peduli dengan percikan sabda ilahi yang terus menerus diwartakan.

Bukankah egoisme ini sering juga merasuki hidup kita? Bukankah ingat diri telah membuat hati kita tak peka dan tak peduli dengan jeritan penderitaan orang lain? Bukankah gaya hidup hedon membuat orang buta terhadap kemelaratan orang lain? Bukankah egoismeku membuat Sabda Allah hanya sebatas untaian kata yang bergema indah dalam ritus saleh tanpa membarui dan mentransformasi kehidupan nyata sehari-hari? Bukankah injil hari ini bukan sekedar sebuah narasi perumpamaan yang indah tapi pesan kehidupan yang menyapa dan menohok hidupku?

Narasi kontras memukau injil Lukas hari ini sejatinya adalah wanti wanti serius terhadap orientasi dan gaya hidupku? Hidup ini ternyata tak hanya bergerak di dunia yang fana ini. Perspektif “dunia yang akan datang” kiranya membongkar zona nyaman hidupku sekarang ini. Yesus ingin merobohkan tembok egoisme yang telah kubangun terus menerus dalam hidup ini. Sekaligus Dia terus menerus tanpa lelah menawarkan belas kasih ilahi yang ingin merangkul diriku yang rapuh dan berdosa ini. Mari kita keluar dari zona nyaman egoisme dan seperti Lazarus membiarkan diri tergeletak dalam pangkuan Abraham, dalam pelukan belas kasih ilahi. Selamat merayakan hari minggu. Tuhan memberkatimu…

Comments are closed.