Press "Enter" to skip to content

INSPIRASI MINGGU: BERPALING KE DIRI

(Minggu Prapaskah 3, 23 Maret 2025; Luk 13:1-9; Kel 3:1-8a.13-15)

Oleh : RD Martin Chen | Direktur Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng

Bila terjadi bencana alam dasyat dengan korban jiwa besar ataupun kekerasan dengan korban manusia yang mengenaskan, seperti yang dikisahkan injil hari minggu ini (Luk 13:1-9), pertanyaan yang kerap bergaung dalam benak banyak orang adalah: Dosa apa yang dilakukan, sehingga mereka mengalami musibah atau kekerasan mengerikan demikian? Di sini korban kembali dikorbankan. Bencana seakan terjadi karena kesalahan mereka.

Pertanyaan kedua yang sering muncul, tidak tertuju ke arah korban, tetapi dilontarkan kepada Allah: Mengapa Dia membiarkan hal yang mengerikan seperti ini terjadi? Bila Dia Allah yang Maha Kuasa, mengapa Dia tak mencegah terjadinya musibah tersebut? Bila Dia Allah yang peduli dan pengasih, mengapa Dia tak turun tangan menolong korban? Di sini Allah yang dipersalahkan. Seakan-akan Dia lah yang menjadi penyebab bencana.

Yesus mengajakku untuk tidak menuding Allah ataupun mengorbankan korban sekali lagi. Tapi Dia menuntutku untuk berpaling ke diri sendiri: “JIKALAU ENGKAU TIDAK BERTOBAT, MAKA….” Akar masalah bencana ataupun kekerasan akibat kejahatan manusia jangan diletakkan pada korban. Demikian pula hal ini tak diselesaikan dengan uraian filsafat-teologis mencari dasar eksistensial penyebabnya. Bencana alam ataupun kemanusiaan terus menerus terjadi dalam sejarah kehidupan manusia di tengah dunia yang fana dan kelam ini. Yang perlu dibuat adalah masing-masing orang perlu kembali ke dalam diri. Mengubah perspektif. Dari keluar menjadi ke dalam. Dari mempersalahkan yang lain, menjadi berpaling ke diri sendiri. Introspektif!  Menukik ke dalam inti terdalam hati dan membiarkan diri dijernihkan oleh terang Ilahi. Dan itulah bertobat. Bertobat berarti berpaling kepada Allah yang menumbuhkembangkan hidupku.

Sangatlah menarik, kisah miris injil dilanjutkan dengan perumpamaan pohon ara. Pohon itu sudah lama bertumbuh di kebun tapi tak berbuah. Ia sudah tak berguna. Tapi belum juga ditebang-tebang. Pengurus kebun ingin agar pohon ara itu dirawat dulu, siapa tahu akan berbuah tahun depan. Begitulah dengan Tuhan. Dia tak pernah letih untuk merawat hidupku, meski belum juga berbuah. Dia ingin terus membersihkan diriku. Ia ingin memupuk yang indah dalam hidupku agar bertumbuh kembang dengan subur. Tuhan tak mengenal kata akhir dalam kamus-Nya. Tak ada putus asa. Selalu terbentang jalan. Masa depan terbuka terus. Pengharapan tak pernah sirna. Aku boleh mulai baru lagi

Dalam bacaan pertama, saat mengalami epifani, penampakan Allah dalam semak berduri, Musa dituntut: “Tanggalkan kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus!” (Kel 3:5). Masa Prapaskah berarti menanggalkan kepongahan diriku dan membiarkan diriku dibarui oleh Yang Kudus, yakni Allah sendiri. Tidak bersandar pada kekuatan sendiri tapi bergayut pada keagungan dan kelembutan kasih ilahi. Juga ketika hidup ini capek dan meletihkan, juga manakala kegagalan menerpaku dan kepahitan menusuk hatiku, juga saat dunia ini masih diliputi bencana dan peperangan, selalu ada pengharapan, yang mengalir dari sumur kasih-Nya yang meluap tak berkesudahan. Mari saudaraku/saudariku, ramai-ramai kita meneguk dan mencicipi kerahiman Allah dalam masa Prapaskah ini. Selamat berhari minggu. Tuhan memberkatimu…

Comments are closed.