Oleh : RD Martin Chen | Direktur Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng
(Minggu 27 Juli 25: Luk 1:1-13; Kej 18:20-33)
Doa adalah hidup yang diresapi oleh kekuatan cinta Allah. Itulah yang dilukiskan oleh penginjil Lukas tentang Yesus. Dibandingkan dengan penginjil lain, hanya Lukas yang menggambarkan secara khusus bahwa Yesus adalah seorang “Pendoa”. Sejak awal memulai perutusan-Nya dalam pembaptisan oleh Yohanes Pembaptis, Yesus berdoa (Luk 3:21). Begitu juga saat-saat penting dalam karya-Nya, Yesus berdoa: memilih para rasul (Luk 6:12), di gunung Tabor (Luk 9:28), pergumulan Getsemani (Luk 22:41). Dan akhirnya di kayu salib, Yesus berdoa dua kali (Luk 23:34,46). Menurut Lukas, kalung indah yang merangkai seluruh hidup Yesus adalah mutiara-mutiara doa.
Juga dalam injil hari minggu ini, Lukas menceritakan bahwa, sebelum mengajar doa kepada murid-murid-Nya, Yesus sendiri berdoa lebih dulu. Pesan yang tak terbantahkan kebenarannya: Pendidikan yang berdaya guna adalah keteladanan hidup.
Doa berarti berjumpa dengan Allah. Dan barangsiapa bersua dengan-Nya boleh mengalami mujijat-Nya, merasakan kuat kuasa kehadiran-Nya. Mujijat pertama adalah doa-mu pasti dikabulkan! Ketuklah pintu, maka akan dibukakan. Mintalah, maka akan diberi, tegas Yesus. Dalam kitab Kejadian dilukiskan bagaimana begitu murah hati-Nya Allah sehingga Abraham bisa bernegosiasi, tawar menawar dengan-Nya. Bahkan bila dari 50 orang baik hanya tinggal 10 yang ada dalam kota itu, maka Sodom-Gomora tak dihancurkan. Secara sarkastis Yesus menohok ketidakpercayaan kita: bila engkau yang jahat saja tahu memberi yang baik kepada anakmu, apalagi Bapa-mu yang di Surga.
Kedua, dalam doa orang boleh menyampaikan kepada Allah seluruh suka duka hidupnya, semua pergumulan manusiawinya: mencari makan (roti, rejeki), konflik dalam hidup (relasi, pengampunan), tantangan kejahatan (percobaan, pembebasan dari yang jahat). Dalam doa ternyata saya boleh omong semua hal dalam hidupku kepada Allah. Dalam doa saya boleh mengangkat ke hadirat-Nya semua pergumulan hidupku, tidak hanya yang indah dan berharga, juga yang hina, kotor dan berdosa. Dalam doa, engkau boleh menjerit kepada-Nya dalam penderitaanmu. Engkau boleh kecewa dengan-Nya bila seolah-olah Dia belum mengabulkan permintaanmu. Engkau boleh marah kepada-Nya kalau engkau merasa Dia tak peduli denganmu. Bukankah ini sebuah mujijat doa: Di hadapan Allah yang agung dan kudus, saya yang hina dina ini boleh “curhat” dengan-Nya, bahkan boleh “bergumul” (nabi Ayub: “berperkara”) dengan-Nya? Bukankah ini sebuah mujijat: Dalam doa engkau boleh menghunjukkan suka duka manusiawimu yang lemah, rapuh dan fana ke hadirat Sang Ilahi yang mulia, luhur dan abadi?

Siapakah aku ini ya Tuhan, bagai biji mata-Mu, Kau lindungi dengan kuasa-Mu, Kau rawat dengan kelembutan cinta-Mu, demikian madah pemazmur (Mzm 17:8) yang sering juga kita nyanyikan dalam sebuah lagu rohani populer. Inilah mujijat terbesar: Allah ingin menjadi Bapa kita. Kita boleh menyapa dan memperlakukan-Nya sebagai “Bapa Kami”. Biarpun tahta kemuliaan-Nya ada dalam Surga, Dia selalu datang kepada kita di tengah dunia ini (datanglah kerajaan-Mu!). Meski Dia Pencipta agung, dan kita ciptaan fana, Dia selalu mau menjadi Bapa kita. Walau Dia kudus mulia, dan kita mahkluk hina penuh dosa, Dia mau merangkul kita dengan pelukan kerahiman ilahi. Bukankah ini mujijat terbesar doa, yaitu saya dan engkau boleh merasakan Allah sebagai Bapa penuh cinta?
Dan justru karena Dia adalah Bapa Kita yang pengasih dan penyayang, Dia pulalah yang tahu yang terbaik dalam hidup kita. Dia pulalah yang pasti memberikan yang terbaik bagi diriku dan dirimu. Karena itu berdoalah selalu: “jadilah kehendak-Mu!”. Persis di sini pulalah jawaban atas doa-doamu selama ini yang belum-belum juga dijawab oleh Allah atau bahkan tak pernah dikabulkan oleh-Nya. Selain untuk “menguji” kesabaran dan keuletanmu, mungkin doa-doa-Mu itu belum atau tidak dikabulkan oleh-Nya karena isinya yang tak bermanfaat untuk kebahagiaan sejatimu. Banyak doa yang “egois”, karena memaksa Allah mengikuti keinginanku, seleraku, nafsu duniawiku, dan bukannya mengikuti kehendak Allah.
Doa pada akhirnya sampai pada membiarkan diri dituntun oleh kehendak ilahi. Dalam doa, orang beriman mesti dapat keluar dari segala kecemasan hidupnya dan melepaskan kegalauan dunianya, agar dapat merasakan kasih Allah yang menyembuhkan dan membahagiakan. Doa berarti disentuh, dijamah, dan disembuhkan oleh kasih ilahi. Doa di sini bukan lagi berceloteh panjang lebar di hadapan Allah, tetapi membiarkan diri direngkuh kasih ilahi yang hangat abadi. Doa kini menjadi kontemplasi: bersatu dengan keheningan dan kelembutan ilahi. Selamat berdoa! Selamat berhari minggu. Tuhan memberkatimu….
Comments are closed.