Press "Enter" to skip to content

HASIL SIDANG PASTORAL KEUSKUPAN RUTENG TAHUN PASTORAL PARIWISATA HOLISTIK 2022

“BERPARTISIPASI, BERBUDAYA, DAN BERKELANJUTAN”
“Peziarah di bumi” (1 Petr 1:17).
(WAE LENGKAS, RUTENG, 4—7 JANUARI 2022)

Pendahuluan

  • Kami adalah “peziarah di bumi ini” (Peregrinans in terra, 1Petr.1:17), yang diutus untuk mewartakan injil (Mrk.16:15; PT 1.1). Pariwisata adalah bagian integral dari kehidupan manusia beriman yang selalu berziarah untuk mengalami perjumpaan penuh sukacita dengan sesama dalam keunikan kulturnya dan dengan alam ciptaan menuju persekutuan kasih ilahi. Bertolak dari kenyataan ini dan didorong oleh konteks geliat pengembangan destinasi Pariwisata Super Prioritas yang sedang berlangsung di Manggarai Raya, wilayah Keuskupan Ruteng, kami membidik tema Pastoral Pariwisata Holistik (Berpartisipasi, Berbudaya, dan Berkelanjutan) dalam sidang pastoral post-Natal pada tanggal 4—7 Januari 2022 di Rumah Retret Putri Karmel Wae Lengkas, Ruteng. Dalam protokol kesehatan Covid-19, kami peserta sidang (127 orang) yang terdiri atas Uskup Ruteng, Kuria, Ketua Komisi, Pimpinan Lembaga, dan para Pastor Paroki se-Keuskupan Ruteng merefleksikan tema Tahun Ketujuh Implementasi Sinode III itu dengan pola proses 3M (Melihat, Menilai, dan Memutuskan).
  • Dalam rangka mengimplementasikan arah dasar Sinode III tentang umat Allah Keuskupan Ruteng yang beriman utuh, dinamis, dan transformatif (kasih yang holistik), secara integral dan berkesinambungan, kami telah memfokuskan reksa pastoral pada pelbagai aspek kehidupan Gereja, yakni: Pengudusan (2016), Pewartaan (2017), Persekutuan (2018), Pelayanan (2019), Penggembalaan (2020), Tata Layanan Pastoral Kasih (2021). Selanjutnya pada tahun 2022, reksa pastoral Gereja terarah pada Pariwisata Holistik yang merupakan bagian integral dari rencana strategis pastoral Tahap II yang berpusat pada diakonia transformatif spiritual.

Belajar dari Tahun Tata Layanan Pastoral Kasih 2021

  • Sebelum menjalankan Tahun Pastoral Pariwisata Holistik 2022, kami mengadakan pembelajaran bersama melalui kegiatan evaluasi program Tahun Tata Layanan Pastoral Kasih 2021: lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih (1Kor. 16:14). Dalam semangat Omnia in caritate, kami telah berupaya untuk mewujudkan kasih Allah dalam berbagai pembenahan dan pembaruan struktur, sistem, dan tata layanan pastoral.
  • Berdasarkan hasil evaluasi tampak bahwa semua paroki dalam semangat kasih telah berusaha mengimplementasikan program dan gerakan Tahun Tata Layanan Pastoral Kasih 2021 meskipun secara kuantitas dan kualitas keterlaksanaan program pastoral di semua paroki agak bervariasi.
  • Program-program fokus berikut ini mesti dilanjutkan secara intensif:
    • Pembaruan struktur teritorial Paroki, Stasi, dan KBG demi pelayanan pastoral umat yang efisien dan efektif dengan kriteria luas wilayah, kondisi geografis dan topografis, situasi demografis (jumlah umat), kapabilitas SDM pelayan pastoral, dukungan ekonomi dan aset, serta kebutuhan pastoral yang baru.
    • Pembaruan struktur DPP dan DKP beserta seksi-seksinya sesuai Statuta 2021 diiringi oleh pembekalan dan pelatihan, sehingga sistem, pola kerja, dan uraian tugas (job description) dalam statuta menjadi habitus pelayanan dalam keseluruhan reksa pastoral di paroki-paroki kami.
    • Pastoral data melalui pelanjutan sensus data umat demi pastoral yang kontekstual, berdaya guna, dan berhasil guna.
    • Peningkatan mutu tata layanan program pastoral yang kontekstual, integral, dan berkelanjutan serta tata kelola keuangan paroki dan lembaga yang transparan dan kredibel.
    • Pendataan jumlah dan luas tanah, disertai dengan kelengkapan dokumennya yang diikuti oleh pembenahan yuridis dan pemanfaatan aset tanah untuk menunjang karya pastoral.
    • Pengaturan administrasi perkantoran di tingkat Keuskupan, Kevikepan, Paroki, dan lembaga- dalam sistem yang baku, terintegral, dan mudah diakses.
    • Pembaruan pelbagai aturan di paroki tentang pelayanan sakramen dan kewajiban keuangan yang dilandasi oleh semangat kasih.
  • Kami bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena kasih dan kebaikan cinta-Nya menyertai seluruh ziarah Gereja Lokal Keuskupan Ruteng selama Tahun Tata Layanan Pastoral Kasih 2021. Situasi pandemi Covid-19 tidak mematikan reksa pastoral, tetapi justru memacu daya imajinasi dan kreasi untuk menciptakan dan mengembangkan metode dan habitus baru berpastoral dalam mewujudkan kasih Allah di tanah Nucalale tercinta.

Riset Pastoral Implementasi Sinode III Tahap I (2016—2020)

  • Riset implementasi Sinode III Tahap I (2016—2020) melalui angket dan FGD merupakan upaya melihat capaian keterlaksanaan program (output) dan dampak program dalam kehidupan umat Allah Keuskupan Ruteng (outcome). Bidang-bidang riset mencakup pengudusan, pewartaan, pelayanan, persekutuan, dan manajemen pastoral. Hasilnya dijadikan cermin untuk mensyukuri buah-buah pastoral dan membenahi keterbatasan reksa pastoral yang lebih optimal di masa mendatang.
  • Hasil riset tentang capaian keterlaksanaan program (output) secara keseluruhan sangatlah menggembirakan (72,04%). Angka ini memperlihatkan bahwa banyak program pastoral yang telah dilakukan dan sungguh dialami umat di paroki-paroki.
    • Dalam bidang pengudusan, terlihat perayaan sakramen khususnya ekaristi merupakan pusat kegiatan paroki, disusul kegiatan sakramentali dan devosi.
    • Yang menjadi pilar kegiatan dalam bidang pewartaan adalah katekese umat dan katekese sakramen. Capaian pastoral Kitab Suci masih rendah. Pastoral media sosial baru mulai berkembang dan perlu digenjot karena berpeluang strategis.
    • Dalam bidang persekutuan, program pastoral paguyuban OMK dan Sekami bertumbuh pesat. Hal yang perlu didorong pastoral KBG, Pastoral Keluarga, dan Pastoral Perlindungan Anak, serta Keterlibatan Biara dalam kehidupan ber-paroki/ber-KBG.
    • Terasa pula geliat dalam bidang diakonia karitatif, pendidikan, dan budaya, tetapi yang perlu ditingkatkan adalah diakonia transformatif di bidang pariwisata, pengembangan sosial ekonomi, dan ekologi.
    • Tahap perencanaan pastoral dalam lingkaran manajemen pastoral terlaksana optimal di paroki, tetapi yang masih perlu ditingkatkan adalah monitoring dan evaluasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
  • Hasil survei memperlihatkan selisih yang tidak jauh berbeda antara keterlaksanaan program pada bidang pengudusan (liturgi) dan bidang-bidang pastoral lainnya (kisarannya 1—7%). Hal ini berarti pengembangan pastoral kontekstual-integral (holistik) berhasil merangkul dan menggerakkan semua bidang kehidupan Gereja Keuskupan Ruteng. Hasil survei memperlihatkan adanya perubahan pola pastoral dari pola pastoral liturgisentris seperti yang ditemukan dalam Sinode III tahun 2013 – 2015.
  • Hasil angket tentang dampak perubahan terhadap kehidupan umat (outcome) sangatlah tinggi (89,77%). Faktor lain yang berkontribusi terhadap dampak pastoral optimal tersebut, yakni: peran lembaga lain (Pemerintah, LSM, Sekolah, Pranata Adat); akar tradisi iman Kristiani dalam kehidupan umat (program meletupkan dan menggerakan kekayaan iman umat); struktur dan sistem Gereja Katolik yang sistematis dan menjangkau akar rumput; budaya Manggarai yang “kondusif” terhadap program; serta isi program berupa Kabar Gembira (Evangelium).
  • Riset memperlihatkan pula perubahan dalam diri umat terutama dalam tataran persepsi (pemahaman), sedangkan dalam tataran keterlibatan (aksi konkret) masih belum optimal. Karena itu, pastoral ke depan mesti memberi perhatian serius terhadap program-program untuk mendorong komitmen dan keterlibatan nyata dalam kehidupan. Strategi pastoral mesti mengedepankan metode doing learning (pola induktif), yang bertolak dari pengalaman kehidupan nyata dan aksi konkret pastoral, kemudian disusul refleksi dan abstraksi terhadapnya (bdk. AL 264).
  • Hasil FGD memperlihatkan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) pelayan pastoral baik yang tertahbis maupun terbaptis merupakan faktor kunci penentu ketercapaian pelaksanaan program dan dampak perubahan terhadap kehidupan umat. Oleh sebab itu, perlu pembenahan SDM pelayan pastoral baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
  • Hasil riset juga memperlihatkan bagaimana struktur, sistem, dan dinamika sosial mempengaruhi reksa pastoral secara mendasar. Karena itu, perlu analisis sosial dalam berpastoral untuk mengkaji dan membedah aspek ekonomi, politik, dan budaya yang melingkupi dan mempengaruhi kehidupan Gereja. Sejatinya, Gereja tidak hidup dalam ruang kosong dan abstrak tetapi di tengah dunia dengan segala pergumulan hidupnya (GS 1).
  • Survei pastoral secara kuantitaif dirasakan penting untuk menggambarkan kinerja pastoral yang terarah, terukur, objektif, efektif, dan kredibel. Semua capaian yang menggembirakan di atas disadari sebagai rahmat Allah. Di sinilah pentingnya dimensi spiritualitas. Bersama rasul Paulus kami ingin bersaksi: “harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2Kor. 4:7).

Rencana Strategis Pastoral Sinode III Tahap II (2021—2025)

  • Sinode III Keuskupan Ruteng (2013—2015) telah menggariskan arah dasar pastoral: Persekutuan umat Allah Keuskupan Ruteng yang beriman utuh, dinamis, dan transformatif. Hal ini dilatarbelakangi realitas pastoral liturgi-sentris. Atas dasar itu strategi pastoral dalam tahap I implementasi Sinode III (2016—2020) mengintegrasikan hidup beriman dan pengembangan bidang-bidang pastoral Gereja secara kontekstual-integral. Untuk itu, fokus pastoral tahun 2016: Liturgi, 2017: Pewartaan, 2018: Persekutuan, 2019: Pelayanan dan 2020: Penggembalaan.
  • Tahap Kedua Implementasi Sinode III (2021—2025), bidang utama yang difokusi adalah diakonia transformatif spiritual. Persekutuan umat Allah yang beriman utuh, dinamis, dan transformatif sesuai amanat Sinode III semakin terwujud melalui program-program pastoral diakonia yang meningkatkan kapabilitas umat dalam mensejahterakan hidupnya serta mendorong perubahan sosial sesuai nilai-nilai Injili. Demikian pula selaras dengan moto Uskup Ruteng, Omnia in caritate (1Kor. 16:14), kasih Allah terwujud dalam seluruh kehidupan umat yang berdimensi rohani-jasmani, personal-sosial-ekologis, ekonomi-politik-budaya (bdk. Yoh. 1:14).
  • Hasil riset tahun 2021 memperlihatkan rendahnya capaian output diakonia transformatif. Hal ini tampak dalam kategori pariwisata holistik (62,61%), pengembangan sosial ekonomi melalui pertanian berkelanjutan (63,45%), dan capaian program ekologi (65,78%). Demikian pula hasil survei menunjukkan adanya kesenjangan antara persepsi yang tinggi dan aksi yang rendah dalam dampak perubahan pada diri umat (outcome). Fakta demikian menuntut intensifikasi program-program diakonia transformatif ke depan, yang bersifat spiritual karena di sinilah letak kekhasan dan kekuatan reksa pastoral Gereja.
  • Atas dasar itu, dalam paruh kedua implementasi Sinode III ditetapkan fokus-fokus tahunan sebagai berikut:
    • 2021: Tata Layanan Pastoral Kasih
    • 2022: Tahun Pastoral Pariwisata Holistik
    • 2023: Tahun Pastoral Ekonomi Umat Berkelanjutan
    • 2024: Tahun Pastoral Ekologi Integral
    • 2025: Tahun Ekaristi Transformatif

Hakikat Pariwisata Holistik

  • Pariwisata Holistik meliputi pelbagai aspek yang mendukung kesejahteraan manusia yang utuh dan terintegrasi dengan keutuhan ciptaan. Pariwisata demikian mendorong kesejahteraan material masyarakat (jasmani) sekaligus menuntunnya untuk berjumpa dengan Allah, pemberi kebahagiaan sejati (rohani). Dalam keseluruhan derap pariwisata terintegrasi dimensi ekonomis, kultural, ekologis, etis, dan spiritual (bdk. PT 1.I—III; bdk. OPP 5—17).
  • Pastoral Pariwisata Holistik didengungkan dalam moto: Berpartisipasi, Berbudaya, dan Berkelanjutan. Berpartisipai berarti masyarakat lokal tidak hanya menjadi penerima keuntungan pariwisata, tetapi juga terlibat aktif dalam mendesain, melaksanakan, dan mengendalikannya (bdk. PT 2.I—IV; bdk. OPP 20—32). Dengan itu terwujudlah keluhuran martabatnya. Berbudaya berarti menghargai dan merawat kearifan dan tradisi lokal secara inklusif, dialogal dengan budaya lain, serta lentur dalam budaya mondial. Berkelanjutan berarti ramah lingkungan menuju integritas ciptaan, sebab bumi adalah rumah kita bersama (LS 1).
  • Kami juga ingin mengelola pastoral pariwisata holistik dengan tujuh prinsip ramah berikut: ramah martabat manusia, ramah sesama, ramah budaya, ramah lingkungan, ramah nilai etis-religius, ramah keadilan dan kejujuran, dan ramah Iptek yang manusiawi. Selain itu, perlu penerapan prinsip operasional 7A (atraksi, aksesibilitas, aktivitas, amenitas, akomodasi, ansiliaritas, dan akselerasi).

Kekayaan Pariwisata Manggarai Raya

  • Kami bersyukur kepada Sang Pencipta atas anugerah bumi Manggarai Raya, wilayah Keuskupan Ruteng, dengan kekayaan pariwisata yang menakjubkan. Letak geografisnya di bagian barat Pulau Flores, daerah zamrud Katulistiwa menghadiahkannya panorama indah yang memikat untuk wisata bahari dan wisata alam daratan. Keunikan kultur Manggarai dalam ritus, situs, dan seni menambah daya pikatnya untuk wisata kultural. Kekayaan flora dan faunanya khususnya biawak purba Komodo menjadi magnet pariwisata yang dahsyat. Itulah sebabnya Presiden Jokowi telah menetapkan Labuan Bajo dan kawasan sekitarnya sebagai wilayah Pariwisata Super Premium. Semua kekayaan alam dan budaya diyakini sebagai anugerah Tuhan.
  • Destinasi yang memikat membutuhkan penataan dan pengelolaan yang prima. Karena itu, kami mendorong dan mendukung Pemerintah dan semua stake holder untuk mengatur dan mengendalikan tata ruang, menyediakan akses dan konektivitas, membangun fasilitas di lokasi wisata, melatih dan menguatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal dan memiliki budaya kerja, ramah, melayani, dan bersih, melakukan pemasaran produk lokal dan promosi yang integral, serta strategi pengembangan pariwisata yang kontekstual, efisien, dan efektif.

Peluang dan Tantangan Pastoral Pariwisata

  • Kami bersyukur atas dampak positif pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi, mendorong perjumpaan dan dinamika sosial serta memperkaya kultur. Pariwisata menjadi peluang emas untuk membangun kesejahteraan umum, mendorong persaudaraan, dan persatuan global dalam keunikan bangsa, suku, bahasa, dan kultur (bdk. PT 1.1; OPP 22,24)
  • Lebih dari itu, pariwisata kiranya membangkitkan ketakjuban (sense of wonder) di hadapan alam dan kultur, yang mendorong orang memuji ciptaan (the praise of creation), mengagungkan kehidupan (the praise of life) dan memuliakan martabat dirinya (the praise of Being) (T. Aquinas) sebagai Imago Dei (Kej. 1:27). Pariwisata hendaknya menyapa manusia dalam keutuhannya, dalam totalitas ketubuhannya dalam relasi dirinya dan dengan alam (Feuerbach; PT 1.III:1—4; bdk. OPP 8, 14).
  • Kami juga merasakan dampak negatif pariwisata dalam bentuk terpinggirnya (marjinalisasi) penduduk lokal, penguasaan modal oleh segelintir elit, degradasi nilai etis-spiritual, komersialisasi tubuh dan kultur, dan kerusakan lingkungan hidup. Lebih dari itu, pariwisata juga menjerumuskan orang ke dalam gaya hidup materialistis-konsumtif-hedonis dan membentuk “masyarakat pencari kenikmatan” dan bukannya “masyarakat pencari kebenaran” (Chesterton; bdk. OPP 11—14).
  • Karena itu, kami, Gereja, berkomitmen untuk menjadi nabi yang selalu berdiri di pihak mereka yang terpinggir, miskin dan menderita serta menyuarakan keadilan, kebenaran, pinsip kesejahteraan umum, personalitas, solidaritas, dan subsidiaritas (ASG) untuk membangun pariwisata yang beradab dan manusiawi (bdk. OPP. 11—17).

Ziarah dan Perjumpaan Insani

  • Inti pariwisata adalah perjalanan dan perjumpaan baik antarmanusia dan antarkultur maupun antara manusia dengan alam. Secara teologis dan spiritual, seluruh perjalanan wisata adalah perjalanan mengendus jejak Allah dalam ciptaan-Nya: lewat jejak hidup sesama, alam yang indah, dan karya manusia yang unik (budaya) buah dari kecerdasan ilahi yang ada dalam dirinya (PT 1.III:1—4; bdk. OPP 11—17; bdk. GS 15).
  • Dalam Kitab Suci, kami jumpai kisah tokoh-tokoh yang dipakai Allah untuk menunjukkan kasih-Nya dalam bingkai perjalanan dan perjumpaan baik antara pribadi yang sudah saling kenal seperti Maria dengan Elisabet (Luk. 1:39—56), maupun dengan orang asing seperti perempuan Samaria dengan Yesus di sumur Yakub (Yoh. 4:4—26), Abraham dengan tiga tamu yang berkunjung (Kej. 18:1—15), orang Samaria yang baik hati (Luk. 10:25—37), Yesus dengan perwira di Kapernaum (Mat. 8:5-13, Luk. 7:1—10). Dengan demikian, perjumpaan antarmanusia bisa menjadi sarana untuk mengalami dan merasakan kasih Allah (bdk. PT 1.I:5).
  • Allah menginginkan setiap perjumpaan antarmanusia sebagai perjumpaan bermartabat yang dilandasi oleh keramahan dan sikap manusiawi penuh persaudaraan dan kasih (Kel. 23:9, Mat. 25:34—35, Luk. 24:13—32; bdk. PT 2.I—IV).

Perjumpaan Kultural dan Ekologis

  • Dalam bingkai menjaga dan merawat tradisi, kami bercermin pada Maria dan Yosef yang mendidik Yesus dalam tradisi bangsa-Nya dengan mengikutsertakan Dia dalam ziarah tahunan ke Yerusalem (Luk. 2:41—52). Dalam perjumpaan dengan sejumlah tokoh Perjanjian Lama, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah dari generasi terdahulu tokoh tersebut (Kej. 26:24; 28:13—15; 31:29; 46:3; Kel. 3:15). Pola ini menunjukkan bahwa ada jejak kehadiran Allah dalam sejarah tradisi nenek moyang manusia (bdk. OPP 14—17).
  • Alam juga bisa menjadi media yang mengantar manusia pada perjumpaan dengan Allah. Dalam keindahan-Nya, alam mengungkapkan kebesaran, keagungan, dan kemahakuasaan Allah (Mzm. 8; bdk.Dan. 3:57—90; 2Kor.6:10; PT.1.III:3). Karena demikian hakikatnya, alam pantas untuk dijaga, dirawat, dan dilestarikan (bdk. OPP 8).

Perutusan Pariwisata Gereja

  • Gereja memosisikan pariwisata sebagai bagian integral hidup manusia. Bahkan, Gereja menemukan dirinya sebagai yang sedang ber-“wisata”-berziarah di dunia ini. Bertolak dari kesadaran ini, Gereja menegaskan sikap positifnya terhadap pariwisata melalui sejumlah dokumen, antara lain: Gaudium et Spes (GS 61), Peregrinans in terra (PT 1969), dan Orientasi Pastoral Pariwisata (OPP 2001). Pariwisata dilihat sebagai tanda-tanda zaman yang baru (PT 1.I.2—3; OPP 14; bdk. GS 4—11). Terlepas dari kekurangannya, pariwisata menjadi kekuatan yang transformatif dan menjadi titik simpul yang mempunyai daya ikat dan daya pikat (sinergi) terhadap hampir semua bidang kehidupan.
  • Pariwisata mengandung nilai-nilai otentik (PT 1.III.1). Ada tiga nilai otentik yang ditawarkan pariwisata, yakni: (1) persatuan umat manusia, transformasi, dan peningkatan sosial (PT 1.III.2); (2) solidaritas dengan alam (1.III.3); (3) pemulihan pribadi manusia (1.III.4).
  • Gereja membaca dan memahami pariwisata dengan mengedepankan empat kriteria yang menjadi panduan, yakni: waktu luang (dimensi temporer-historis, OPP 5—6), pribadi manusia (dimensi antropologis, OPP 7—10), masyarakat (dimensi sosial, OPP 11—13), dan teologi (penciptaan, penebusan, dan eskatologi, OPP 14—17).
  • Gereja menjadikan pariwisata sebagai bagian dari karya pastoralnya yang harus ditata. Model pengelolaan pastoral pariwisata pada berbagai tingkatan dalam Gereja mulai dari Gereja Universal sampai pada tingkat paroki dan lembaga serta kongregasi (bdk. dokumen Peregrinans in terra 1969 dan Orientasi Pastoral Pariwisata 2001).

Program Pastoral Pariwisata Holistik 2022

  • Dalam mewujudkan pastoral Pariwisata Holistik yang Berpartisipasi, Berbudaya, dan Berkelanjutan, maka di tahun 2022 ini kami berkomitmen untuk melaksanakan program edukasi/pencerahan tentang Pariwisata Holistik, program ekonomi, program budaya, program ekologi (pariwisata alam), dan program rohani.
  • Dalam Program Edukasi Pariwisata Holistik, secara intensif kami akan melaksanakan edukasi pada bidang ekonomi, sosial, budaya, ekologis, dan spiritual melalui: Surat Gembala Natal dan Paskah Uskup, khotbah, rekoleksi, Katekese Umat, pengumuman/imbauan paroki, dan seminar/lokakarya/hari studi (fakultatif). Edukasi budaya pariwisata hendaknya dimulai dalam keluarga, sekolah, dan paroki.
  • Dalam Program Ekonomi, kami akan berusaha meningkatkan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat lokal di bidang pariwisata melalui pelatihan dan penyerapan tenaga kerja pariwisata dari paroki; pemanfaatn BLK lembaga; pendayagunaan SMK Pariwisata; serta pengembangan dan memfasilitasi kebun horti, ternak, agrowisata, kuliner, ekonomi tradisional (gula, tuak), dan koperasi jalur paroki.
  • Dalam Program Budaya, kami berkomitmen mengembangkan dan memfasilitasi cagar/situs budaya gereja tua (Rekas, Lengko Ajang, Pagal, dan Katedral lama); mengembangkan dan memfasilitasi narasi tentang historisitas tempat, peristiwa dan ritus di paroki; serta mengembangkan dan memfasilitasi sanggar seni paroki dan kelompok kerajinan tenun di paroki (songké, selendang, topi ré’a). Kami juga berkomitmen untuk merawat dan mengembangakan ritus adat inkulturatif yang di tengah umat/masyarakat, seperti: siklus kehidupan (céar cumpé, kélas), ritus pertanian (hang woja, penti), ritus ekologis (barong waé), ritus tematis nonregular (rumah adat, roko molas poco, congko lokap, naring Morin), dll.
  • Dalam Program Ekologi (Pariwisata Alam) kami ingin menampakkan alam sebagai medan perjumpaan dengan Allah dan diri (Mzm. 8; bdk. Dan. 3:57—90; 2Kor. 6:10; PT.1.III:3.) melalui pengembangan dan fasilitasi wisata danau/sungai, wisata pegunungan/lembah, wisata bahari, dan wisata alam lainnya yang ada di paroki. Selain itu, kami akan berusaha merawat dan mengembangkan flora (wisata bunga) dan fauna khas yang ada di paroki, mengembangkan/memfasilitasi desa wisata, dan berusaha menciptakan taman paroki yang sehat dan asri.
  • Dalam program Pariwisata Rohani, kami akan mengembangkan dan memfasilitasi situs rohani (Gereja tua, gua Maria, gereja/kapela devosi, bukit jalan Salib), membangun situs rohani Golo Koe dan Golo Curu, mendorong pembangunan patung Kristus Raja Semesta Alam di Labuan Bajo yang menerima dan merangkul semua wisatawan sebagai konteks khas lokal religious, mengadakan program rohani rutin di situs rohani (adorasi, devosi, meditasi, jalan Salib, doa Rosario, ziarah, dan prosesi), mengadakan pusat informasi pariwisata religius (Religious Tourism Centre) sebagai ruang informasi wisata rohani tentang situs-situs rohani di Keuskupan Ruteng, dan memberikan pelayanan rohani terhadap wisatawan asing (misa bahasa asing, teks rohani bahasa asing, pemberkatan nikah, dan konsultasi rohani).
  • Untuk peningkatan motivasi dan komitmen umat di bidang pariwisata, kami akan memberi penguatan spiritual yang merupakan jangkar kehidupan dalam derap pariwisata melalui Misa Pariwisata Holistik, rekoleksi Pariwisata Holistik, pendarasan doa Tahun Pariwisata Holistik, dan pengidungan lagu Tahun Pariwisata Holistik.
  • Gerakan nilai dan habitus kepariwisataan, seperti kebersihan, keindahan, kenyamanan, hospitalitas, disiplin, serta perayaan ritus kultural sangat penting untuk mewujudkan Pariwisata Holistik. Karena itu, kami berkomitmen untuk menggalakkan gerakan ini melalui kegiatan lomba KBG sehat dan asri, lomba kebun horti paroki, lomba KBG terang Natal, lomba narasi situs dan historis kultur-spiritual, mendorong dan memfasilitasi lomba sekolah/kantor sehat dan asri, serta mengembangkan dan memfasilitasi gerakan lainnya yang mendukung Pariwisata Holistik.
  • Kami menyadari pentingnya momentum unik, selebratif, dan massal yang membingkai Pariwisata Holistik, yang dapat dijadikan event rutin tahunan. Karena itu, kami menyepakati untuk mengadakan festival Pariwisata Holistik, baik di tingkat keuskupan maupun kevikepan, yang mencakupi bidang religius-kultural, ekonomis, sosial, ekologi, dan rohani (bdk. PT 2.III:4—6).
  • Sejalan dengan gerakan Gereja Universal, Keuskupan Ruteng sejak tahun 2021 merayakan hari Pariwisata Internasional 27 September di Gendang Meler. Karena itu, kami juga berkomitmen untuk terus merayakan hari Pariwisata Nasional yang pada tahun 2022 ini akan dirayakan di situs gereja tua Rekas. Adapun kegiatan dalam perayaan ini, yaitu Misa inkulturatif, pameran, kuliner, devosi/prosesi, dan pentas seni.
  • Dalam mewujudkan program Pastoral Pariwisata Holistik, kami juga berkomitmen untuk mendampingi pelaku-pelaku pariwisata agar dapat terlibat aktif kreatif mengembangkan pariwisata demi kesejahteraan umum (bonum commune) dan membawa kebahagian bagi pengunjung dan masyarakat setempat.
  • Selain paroki, stasi, dan KBG, semua lembaga dan komunitas Katolik yang berada dalam wilayah Keuskupan Ruteng wajib menjalankan program dan gerakan Tahun Pariwisata Holistik 2022. Oleh sebab itu, semua yayasan pendidikan, kampus dan sekolah-sekolah, biara-biara, komunitas-komunitas rohani, dan lembaga-lembaga sosial Katolik lainnya perlu memperhatikan dan memilih berbagai program, kegiatan, dan gerakan pastoral Tahun Pastoral Pariwisata Holistik yang dapat dilakukan dalam lingkungan masing-masing.
  • Kami juga berkomitmen untuk terus menjalankan program dan gerakan rutin yang selama ini mewarnai dan memaknai implementasi Sinode III dari tahun ke tahun. Program rutin terdiri dari: perencanaan program pastoral Tahun Pariwisata Holistik; monitoring program pastoral tahun pariwisata holistik; evaluasi program pastoral tahun Pariwisata Holistik; penyusunan agenda tahunan program tahun Pariwisata Holistik, Misa pembukaan tahun Pariwisata Holistik; sosialisasi tahun Pariwisata Holistik dan Misa inkulturasi Minggu III.
  • Dalam upaya mewujudkan program-program di atas, kami menyadari pentingnya kerjasama dengan para pihak. Karena itu, kami ingin terus menjalin dan melanjutkan kerjasama yang kreatif dan konstruktif dengan Pemerintah, pelaku industri pariwisata, lembaga pendidikan, media, dan komunitas (pentahelix) demi mewujudkan Pariwisata Holistik yang Berpartisipasi, Berbudaya, dan Berkelanjutan.
  • Dalam konteks Kebhinekaan Indonesia, kami berkomitmen untuk membangun kerja sama ekumenis dan lintas agama serta mendorong program-program pariwisata yang merajut keragaman, toleransi, dan dialog kehidupan (bdk. PT 1.III.4).

Penutup

  • Sidang Pastoral post-Natal merupakan bagian dari jalan bersama dengan seluruh Gereja Universal untuk semakin menjadi Gereja Lokal yang bertumbuh dalam dialog, partisipasi, persekutuan dan peradaban kasih sesuai dengan konteks kehidupan umat Keuskupan Ruteng.
  • Kami mempersembahkan seluruh program Tahun Pastoral Pariwisata Holistik 2022 ke dalam pangkuan Yesus yang selalu berkeliling sambil berbuat baik (Kis. 10:38) dalam perjumpaan penuh rahmat dengan manusia beraneka latar belakang dan yang telah mengutus para rasul ke segala bangsa, budaya, dan wilayah (Mat. 28:18—20) serta memampukan mereka berbicara dalam banyak bahasa (bdk. Kis. 2:1—13).
  • Kiranya dalam derap pariwisata holistik, kami semakin menemukan diri sebagai Gereja peziarah, Peregrinans in Terra yang melalang buana di muka bumi menuju Yerusalem Surgawi, langit dan bumi yang baru (Why. 21:1; OPP 17; GS 45), tempat kami mengalami puncak wisata abadi, yakni communio dengan Allah Tritunggal yang diresapi kasih ilahi. Omnia in caritate (1Kor. 16:14).

Wae Lengkas, Ruteng, 7 Januari 2022
Dalam persaudaraan Sidang Pastoral,
Uskupmu,

Mgr. Siprianus Hormat

Comments are closed.