Oleh : RD Martin Chen | Direktur Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng
(Minggu, 4 Mei 2025: Yoh 21:1-19; Kis 5:27b-32.40b-41)
Paskah terlalu sering dibatasi dalam perayaan Liturgi. Peristiwa kebangkitan Kristus lalu menjadi ritual. Orang sibuk dengan perayaan ibadat selama Pekan Suci. Setelah itu orang istirahat, dan menunggu perayaan Paskah tahun depan. Orang lupa bahwa Paskah terjadi dalam kehidupan, bukan hanya dalam dimensi yang “mistik”-ritual, tetapi juga dalam suka duka harian nyata kehidupan manusia. Pesan bernas inilah yang dinarasikan oleh Injil hari ini. Yesus yang bangkit hadir dalam pergumulan hidup harian para rasul. Pertama, dalam dunia kerja mereka sebagai nelayan di danau Genesaret. Dalam kesibukan menjala ikan itulah, Tuhan yang bangkit menyapa Petrus dan teman-temannya. Kedua, dalam aktivitas harian manusiawi makan-minum. Tuhan yang bangkit makan bersama para rasul. Ketiga, dalam dimensi kontemplatif-ibadah. Tuhan yang bangkit “memecahkan roti”, merayakan Ekaristi bersama mereka. Jadi Tuhan yang mulia ingin terlibat dalam kehidupan para murid di tengah dunia ini. Paskah ternyata terus berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaannya: Sejauh mana saya membiarkan Tuhan yang bangkit terlibat dalam suka-duka serta pahit-manis hidupku?

Lebih dari itu, ternyata Tuhan yang bangkit tidak hanya hadir dalam dunia kehidupan para murid, tetapi Dia juga mengubah situasi hidup dan menyelamatkan mereka. Dari kekosongan tangkapan ikan, menjadi jala yang penuh dengan ikan. Dari kekosongan makanan, menjadi tersedianya roti dan ikan untuk disantap. Maka Paskah berarti perubahan kehidupan yang dibangun dalam daya transformatif kehadiran Tuhan yang bangkit. Seperti halnya dalam masa pewartaan historisnya di Galilea, Tuhan Yesus “berkeliling sambil berbuat baik”, demikian pula kini Tuhan yang bangkit, melalui daya Rohkudus terus “berbuat baik” kepada kita. Dia ingin terus menerus membarui hidup kita yang rapuh dan fana ke dalam horizon kehidupan bahagia yang abadi. Dia selalu ingin merayakan Paskah (pembebasan) dalam hidup kita yang nyata. Pertanyaannya: apakah dalam pergumulan hidup ini saya membuka diri untuk dijamah dan disegarkan oleh aliran cinta Tuhan yang bangkit? Apakah saya terus membiarkan luka-luka hidupku disembuhkan oleh olesan rahmat kerahiman Allah?
Tentu Paskah tidak hanya membarui diriku tetapi juga ingin merubah dunia. Dirikulah yang dipakai Tuhan yang mulia untuk turut merangkai dunia yang fana ini ke dalam kuntum Surga yang abadi. Maka teks injil yang sama kemudian mengisahkan pertemuan mengharukan antara Tuhan dan Rasul Petrus. Melalui pertanyaan reflektif yang mengharukan Petrus ditantang oleh Sang Guru Agung: “Apakah engkau mencintai Aku lebih dari segala sesuatu?” Bukti cinta itu adalah “gembalakanlah domba-dombaku!” Paskah tidak hanya berarti perubahan tetapi juga perutusan: merangkul semua orang ke dalam pelukan kasih Tuhan yang bangkit. Paskah berarti menggarami dunia yang fana dan rapuh ini ke dalam kekuatan cinta Ilahi yang abadi. Salam Minggu Paskah ke-3. Tuhan memberkatimu….
Comments are closed.