Press "Enter" to skip to content

SURAT GEMBALA PASKAH 2025 USKUP RUTENG

SURAT GEMBALA PASKAH 2025 USKUP RUTENG

(Wajib dibacakan sebagai pengganti kotbah dalam misa hari Minggu Prapaskah ke-5, tanggal 6 April 2025)

“Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya?” (Yes 43:19).

Para imam, biarawan/wati, dan seluruh umat Allah Keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan,

Sabda pengharapan nabi Yesaya kepada umat Israel yang berada dalam situasi penderitaan di zaman pembuangan Babel, dalam bacaan pertama Minggu Pra-Paskah Kelima ini, kiranya menumbuhkan pula kuncup-kuncup asa dalam benak kita yang sedang menyongsong perayaan Paskah 2025. Sebab bukankah kita juga dewasa ini sedang berada dalam situasi ketidakpastian dan kerentanan akibat goncangan kesulitan ekonomi dan dinamika politik dalam kehidupan bangsa? Tidakkah kita semakin merasakan pelbagai krisis akibat perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup yang semakin parah? Bukankah dentuman kemajuan teknologi digital (hp) yang di satu pihak mempermudah kehidupan tetapi di lain pihak ternyata telah mengakibatkan kebingungan, keterikatan dan disorientasi dalam kehidupan sehari-hari?  Dalam segala situasi sulit ini, hendaklah kita tak berputus asa. Tetapi sebaliknya mari kita sebagai satu persekutuan umat Allah giat membulatkan tekad dan tekun menenun harapan yang dibangun dalam kasih setia Allah. Yakinlah, seperti dahulu kala, Dia telah membuat air memancar di padang gurun bagi umat Israel, demikian pula kini Dia juga memuaskan dahaga kita dalam keletihan perjalanan hidup ini.

Bukan hanya dalam penderitaan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, tetapi kita juga boleh selalu merangkai harapan yang pupus, pada saat kita terjerumus dalam dosa dan mengalami kebingungan, kecemasan, dan ketakutan. Embun pengharapan inilah yang dirasakan oleh wanita berdosa dalam keterpurukan dan kegersangan hidupnya dalam injil hari minggu ini. Sangatlah miris, bahwa kejahatan perzinahan dimanipulasi dan ditimpakan kepadanya seorang diri, seorang perempuan lemah korban budaya patriarki saat itu; Sementara si lelaki pezinah lepas bebas dari dakwaan. Wanita lemah itu dicampakkan ke tanah dan didakwa oleh para moralis dan pemuka agama saat itu. Dalam kondisi tak berdaya, terkapar menderita, dan putus asa, seluruh dunia mempelototinya dan siap merajamnya dengan batu sampai mati. Saat maut mengintai hidupnya, dia hanya masih berharap kepada satu orang, yakni Yesus. Tetapi anehnya Yesus hanya membungkuk dan menulis ke tanah, tanpa bicara sedikitpun. Sesungguhnya: sebuah gestikulasi meditatif yang mengajak publik untuk tidak menatap ke luar dan mendakwa yang lain, tetapi melihat ke dalam, dan berintrospeksi. Gestikulasi kritis terhadap dunia dan media yang senang menggoreng kejatuhan orang lain untuk kepentingan komersialisasi dan egoisme, demi membungkus dan memoles kebusukan diri sendiri: “Barang siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu“ (Yoh 8:7). Yesus mengajak semua pihak untuk bertobat dan memperbarui diri. Sedangkan wanita yang ingin dirajam mati oleh kerumunan massa itu, justru kini dijadikan pewarta pengharapan: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi!” (Yoh 8:11). Bukankah sapaan lembut kerahiman Yesus ini juga berlaku bagi kita yang seperti sang wanita sering terjerembeb ke dalam lumpur dosa dan terpuruk dalam kebingungan dan keputusasaan? Bukankah pesan pertobatan Yesus juga menohok gaya hidup pencitraan dan manipulatif kita, yang seperti publik injil senang mendakwa yang lain, dan menari-nari indah di atas penderitaan hidup orang lain? Yesus mengajak kita semua untuk bertobat, untuk bangkit keluar dari lumpur dosa dan melangkah maju ke depan menjadi duta-duta pengharapan dalam “zaman now” ini.

Para imam, biarawan/wati, dan seluruh umat Allah Keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan,         

Pesan pengharapan yang sama dikumandangkan oleh Paus Fransiskus dalam pencanangan Tahun Yubileum 2025 ini. Yobel berarti pembebasan. Yahwe telah membebaskan Israel dari perbudakan Mesir. Demikian pula Allah yang sama telah membebaskan umat manusia dari perbudakan dosa dan maut dalam peristiwa kebangkitan Yesus Kristus. Karya agung belas kasih Allah inilah yang hendaknya kita sadari dan syukuri dalam tahun Yubileum ini. Lebih dari itu kerahiman Allah yang berlimpah-limpah inilah yang perlu meresapi dan menghiasi ziarah hidup kita dengan sukacita dan penuh pengharapan di tengah dunia yang fana dan rapuh ini. Dalam ketidakpastian akan masa depan, dalam aneka kekhawatiran, kecemasan, kebimbangan, keraguan  dalam kehidupan, Bapa Suci mengajak kita untuk menenun bingkai kehidupan penuh pengharapan. Bersama Rasul Paulus, kita didorong untuk “bermegah dalam pengharapan” yang dibangun dalam “kasih setia Allah” (Rom 5:2).  Pengharapan demikian pasti tidak akan mengecewakan (Spes non confundit, Rom 5:5). Sebab pengharapan Kristiani “lahir dari cinta dan bersemi dari cinta yang memancar dari hati Yesus yang tertikam di kayu salib” (Bulla Spes non Confundit, No. 3). Dalam peristiwa Paskah pengurbanan diri Yesus di salib itu telah bermuara dalam samudera yang mengairi dunia yang gersang dan menumbuhkembangkan kehidupan setiap insan.

Dengan demikian pengharapan sejatinya bukanlah sekedar sebuah perasaan sentimental, juga bukan sebuah kerinduan dan niat saleh belaka. Tetapi pengharapan adalah komitmen dan aksi. Pengharapan adalah perubahan dan pembaruan.   Karena itu dalam tahun Yubileum 2025 ini Paus Fransiskus mengajak kita menjadi tanda-tanda pengharapan nyata bagi saudara-saudari yang mengalami kesulitan seperti para tahanan penjara, orang-orang sakit, orang-orang muda yang sedang menggapai mimpi masa depan, para migran yang merantau untuk menemukan kehidupan yang lebih baik bagi diri dan keluarganya, para lansia yang sering merasa kesepian dan ditinggalkan serta orang-orang yang mengalami kemiskinan dalam pelbagai bentuknya (SnC, No. 10-15). Kepedulian dan solidaritas demikian menurut Bapa Suci adalah “sebuah himne untuk martabat manusia, sebuah lagu harapan yang menyerukan partisipasi paduan suara dari masyarakat seluruhnya” (SnC, No. 11).

Para imam, biarawan/wati, dan seluruh umat Allah Keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan,

Rasul Paulus mewartakan dengan nyaring bahwa, wafat dan kebangkitan Kristus adalah inti iman kita dan dasar pengharapan kita (1Kor 15:3-5). Peristiwa agung Kristus inilah yang kita rayakan dalam perayaan Ekaristi. Ekaristi merupakan perayaan puji syukur (eucharistia) atas kasih Allah yang berlimpah kepada kita melalui wafat dan kebangkitan Putera-Nya. Dalam Ekaristi, Rohkudus menghadirkan peristiwa penyelamatan Allah tersebut bagi kita. Maka dari itu Ekaristi bukan sekedar sebuah upacara atau ritus. Tetapi setiap kali di altar dirayakan kurban salib Kristus, sungguh terlaksanalah karya penebusan kita (LG 3), demikian tegas Konsili Vatikan II. Justru karena Ekaristi merupakan perayaan puncak iman dan sumber kehidupan umat beriman, maka Paus Benediktus XVI mengajak kita untuk mengembangkan seni merayakan Ekaristi (ars celebrandi). Kita perlu merayakan Ekaristi dengan khidmat, partisipatif dan penuh sukacita, sebab dalam liturgi Ekaristi kita dapat mengecapi keindahan Kristus dan dituntun oleh-Nya menuju panggilan sejati kita, yaitu kasih (Sacramentum Caritatis, 35). Mari kita membarui dan menata Liturgi Ekaristi di gereja-gereja Paroki kita, dan di tengah -tengah Komunitas Basis Gerejawi (KBG), serta di mana saja, agar perayaan itu sungguh-sungguh memancarkan keindahan dan kemuliaan Anak Domba Paskah di atas altar kudus.

Dalam Perayaan Ekaristi Kristus mengubah diri-Nya, bertransformasi, menjadi roti santapan, agar kita pun berubah, menjadi sama dengan Dia yang kita terima. Santo Agustinus berujar, “Lihatlah misteri keselamatanmu yang ada di hadapanmu; lihatlah dirimu menjadi seperti apa yang kalian terima!”. Ekaristi sungguh menarik dan mendorong kita terlibat dalam gerakan pengurbanan Yesus demi keselamatan dunia (S.Car 11). Karena itu dalam Tahun Ekaristi Transformatif 2025, Keuskupan Ruteng telah mendesain dan tengah melaksanakan program-program Ekaristi Sosial dan Ekaristi Ekologis yang memadukan perayaan Ekaristi dengan kegiatan peduli orang rentan-sengsara serta dengan aksi-aksi ekologis untuk merawat dan melestarikan alam lingkungan.

Tidak kalah pentingnya kita juga berkomitmen untuk mengembangkan program-program Ekaristi Spiritual yang semakin mempersatukan kita secara pribadi dengan Yesus, Sang Penebus serta memperbarui hidup kita. Dalam Misa yang kita rayakan setiap hari minggu, Kristus bersatu intim dengan kita dan mengubah hidup kita yang kosong menjadi berarti, yang hina menjadi suci, yang insani menjadi surgawi. Persatuan mesra dengan Kristus ini ingin kita rasakan secara mendalam baik dalam adorasi maupun dalam prosesi Sakramen Maha Kudus. Sebab menurut Paus Yohanes Paulus II, dalam adorasi kita dapat terus merasakan kedamaian, kehangatan dan kelembutan cinta  Kristus yang menerangi kegelapan dunia dan memberikan hiburan, kekuatan dan topangan dalam perjuangan hidup kita sehari-hari (Ecclesia de Eucharistia, 25). Sedangkan dalam prosesi, kita dapat membawa Yesus Ekaristi yang berjalan ke lorong-lorong kampung dan jalan-jalan kota kita, serta yang setia berziarah bersama kita dalam pergumulan hidup di tengah-tengah dunia ini.

Ekaristi sungguh adalah transformasi: pembaruan diri, pembaruan sosial, pembaruan ekologis, yang mengalir dari kekuatan penebusan Tuhan. Perubahan atau transformasi inilah yang merupakan buah-buah keselamatan kita dalam peristiwa Paskah: Allah mengubah kematian menjadi kehidupan, dosa menjadi rahmat, keputusasaan menjadi pengharapan, kegelapan menjadi terang, hidup lama menjadi baru. “Lihatlah, Aku menjadi segala sesuatu baru!”, demikian sabda Sang Anak Domba yang bertahta dalam kemuliaan dalam penglihatan Yohanes dalam Kitab Wahyu  (21:5). Peristiwa sukacita Paskah inilah yang terus menerus kita rayakan dalam perayaan Ekaristi. Paskah Kristus inilah yang menjadi sumber pengharapan kita. Barang siapa berharap dan bergayut pada kasih setia-Nya, dia tak akan pernah dikecewakan. Dalam semangat pengharapan dan sukacita kebangkitan Tuhan ini, dari lubuk hati terdalam saya menghaturkan kepada seluruh umat Allah Keuskupan Ruteng: Selamat merayakan Pesta Paskah 2025. Tuhan memberkatimu!

Ruteng, 4 April 2025,

Uskupmu,

Mgr. Siprianus Hormat

Comments are closed.