Press "Enter" to skip to content

Inspirasi Minggu: Paradoks Iman Kristiani

(Renungan Minggu, 16 Februari 2025; Luk 6:17.20-26; Yer  17:5-8)

Oleh : RD Martin Chen | Direktur Pusat Pastoral (PusPas) Keuskupan Ruteng

Apakah Iman Kristiani meromantiskan kemiskinan dan kesengsaraan hidup di dunia ini? Penghiburan palsu untuk orang menderita dibungkus dengan iming-iming hidup surgawi bahagia di masa depan. “Berbahagialah kamu yang lapar, kamu akan dipuaskan; yang menangis, kamu akan dihibur; yang miskin, kamulah yang empunya Kerajaan Surga” (Luk 6).

Kalangan Marksis menyebut agama sebagai “candu” (narkoba) yang menghipnotis orang dengan kebahagiaan palsu di masa depan sehingga ia pasrah terhadap kesengsaraan hidupnya. Meskipun hal itu adalah akibat pemerasan dan ketidakadilan sosial. Mereka mengkritik pedas ajaran agama yang meninabobo pengikutnya yang menderita dengan janji surgawi yang akan datang. Ini adalah bentuk pelanggengan status quo yang menguntungkan penguasa dan pemilik duit (borjuis).

Yesus tentu tak bermaksud mengajak orang untuk pasrah dengan situasi penderitaan hidupnya. Sebaliknya Dia mendorong orang untuk berjuang demi kesejahteraan, kebenaran dan keadilan. Misi mesianisnya tak lain dari “membebaskan orang miskin dan tertindas” (Luk 4).

Paus Benediktus XVI menafsir teks Lukas tersebut sebagai Paradoksi. Manakala orang melihat dari perspektif ilahi, justru orang miskin dan sengsaralah yang berbahagia. Bukan karena situasi mereka itu baik dan ideal. Tetapi karena dalam kesengsaraan hidupnya, mereka boleh berharap pada kebaikan dan pembebasan dari Tuhan.

“Terberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapan pada-Nya”, tetapi “terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang berpegang pada kekuatannya sendiri.” ujar nabi Yeremia (Yer 17). Mari dalam tahun Yubileum 2025 ini kita semakin terpikat dan terpaut pada Allah. Pengharapan demikian tidak akan mengecewakan. Spes non confundit. Happy Sunday. Tuhan memberkatimu.

Comments are closed.