Oleh : RD Martin Chen | Direktur Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng
(Minggu 25C, 21 Sept 26: Am 8:4-7; Luk 16:1-13)
Ternyata Yesus juga adalah seorang ahli ekonomi, minimal Dia peduli terhadap urusan ekonomi. Hari ini dalam bentuk perumpamaan Dia berkisah tentang seorang bendahara yang tidak jujur. Orang ini bakal dihukum karena perbuatan tidak terpujinya, tetapi dengan cerdik dia memanfaatkan peluang yang ada untuk keluar dari persoakan yang melilitnya. Tentu yang dipuji Yesus bukan “tipu tapunya” tetapi kecerdikan dan keuletan untuk keluar dari problem hidupnya. Dia tidak putus asa tetapi cerdik mencari jakan keluar dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Persis inilah yang juga jadi prinsip manajemen modern. Selain sikap tekun kreatif, seseorang dituntut untuk memanfaatkan potensi yang ada. Demikian pula kesetiaan dalam urusan ekonomi (“mamon”), urusan kecil menjadi latihan bahkan ekspresi untuk mengurus urusan besar, harta surgawi. Maka prinsip ekonomi ternyata tak bertentangan bahkan dituntut oleh hidup iman yang “membumi” dan kontekstual.
Dalam Kitab Amsal diangkat prinsip dasar Ajaran Sosial Gereja yakni mendahulukan kaum miskin papa (preferential option for the poor). Dengan sangat keras Amsal mewanti-wanti perilaku yang menghisap dan menindas orang kecil. Orang yang menipu dan perbuatan “membeli orang papa karena uang” tidak akan dilupakan Tuhan.
Ekonomi haruslah adil dan bersolider. Segala upaya ekonomi untuk mengusahakan kesejahteraan hidup dan kesejahteraan bersama merupakan prinsip dasar dalam ajaran sosial Gereja. Keuntungan pribadi dibagi untuk kepentingan umum. Bonum commune ini hendaknya meresapi dan memginspirasi semua kegiatan sosial sehari-hari.

Namun Yesus juga mengajak kita untuk tidak “terpenjara” dalam urusan ekonomi. Perjuangan untuk memgumpulkan harta duniawi mestinya tidak membutakan orang terhadap keindahan dan kemilau ilahi. Pergumulan hidup di tengah dunia hendaknya menuntun orang untuk berjumpa dengan Allah. Sayangnya banyak orang terjerumus dalam lumpur kenikmatan duniawi dan melupakan Allah sebagai sumber kebahagiaan sejati hidupnya. Pesona duniawi mematikan gairahnya akan kenikmatan surgawi. Karena itu Yesus memgingatkan bahwa orang tak dapat sekaligus menyembah dua tuan: Allah dan mamon. Akhirnya orang mesti menentukan pilihan dan arah hidup yang mencari dan menikmati harta surgawi.
Semua yang ada di bumi dan pengelolaanya hanyalah sarana untuk mencapai harta surgawi. Segala tata kelola barang, uang dan modal, serta jasa hendaknya mengabdi kepentingan umum dan terarah demi kemuliaan Allah. Itulah model “ekonomi surgawi”. Ekonomi yang tidak mengikat orang pada mamon tetapi menggerakkan hatinya untuk peduli dan bersolider dengan yang miskin papa dan menggelorakan hatinya untuk mencari dan menikmati keindahan ilahi. Selamat berhari minggu. Tuhan memberkatimu….
Comments are closed.