Press "Enter" to skip to content

Pariwisata Adalah sebuah Ziarah Spiritual

KEUSKUPANRUTENG.ORG – Memasuki tahun ke-4 pelaksanaannya, event religi Festival Golo Koe “Maria Assumpta” di Labuan Bajo, ujung barat Pulau Flores semakin tampil akbar dan mendunia. Ia kian menjadi magnet yang menarik para peziarah rohani se-nusantara maupun wisatawan domestik dan mancanegara. Hal ini juga didukung oleh penobatan Festival Golo Koe tahun ini sebagai  Top 10 event terbaik skala nasional: Kharisma Event Nusantara (KEN). Sejak tahun sebelumnya Festival ini telah menjadi bagian dari event bergengsi KEN.

Festival yang dihelat pada tanggal 10-15 Agustus 2025 ini, memadukan berbagai daya tarik Flores yang unik dan tiada duanya, seperti seni budaya, aneka pameran UMKM hasil kerajinan tangan, kuliner, produk unggulan warga lokal, pentas seni, karnaval lintas agama, etnis dan budaya dengan berbagai kostum/busana khas. Semuanya ini dirajut menjadi satu pertalian persaudaraan sejati dalam kebhinekaan. Jadilah Festival Golo Koe sebagai miniatur ke-Indonesia-an yang memadukan cipta, rasa, karsa dan estetika yang selalu dirindukan setiap insan.

Rombongan dari Keuskupan Ruteng, yang terdiri dari utusan paroki-paroki, sanggar-sanggar seni dan UMKM saat mengambil bagian dalam Karnaval Budaya, 12 Agustus 2025 dalam ajang Festival Golo Koe yang memasuki tahun ke-4 penyelenggaraannya di Labuan Bajo.

Berjalan Bersama Menuju Pariwisata Sinodal

Sejak pertama kali digelar oleh Keuskupan Ruteng dalam Tahun Pariwisata Holistik 2022, Festival Golo Koe meretas melalui sebuah inisiasi dan kemudian di-orkestra (diramu) dan bagai gayung yang terus bersambut, dalam kolaborasi dengan Pemerintah Daerah Manggarai Barat, Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), UMKM, komunitas seni budaya dan lembaga-lembaga pendidikan. Meski Keuskupan Labuan Bajo telah terbentuk pada tahun 2024, dalam lanskap semangat persaudaraan, Keuskupan Ruteng tetap hadir dan terus mendorong agar dengan event ini pariwisata Labuan Bajo, Flores dikemas apik dalam semangat 3B.

Spirit 3B itu, yakni Berpartisipasi, di mana masyarakat lokal sebagai penerima manfaat sekaligus turut menata perkembangan pariwisata. Berbudaya, yakni pariwisata bertumbuh dalam akar budaya Manggarai dan spiritualitas Kekatolikan yang inklusif. Dan Berkelanjutan di mana pariwisata merawat dan memelihara ibu bumi. Tidak merusak lingkungan sebagaimana diamanatkan pula oleh mendiang Paus Fransiskus dalam ensikliknya yang terkenal, Laudato Si.

Di tahun 2025, ini untuk pertama kalinya Festival Golo Koe diorganisir oleh Keuskupan Labuan Bajo yang tahun lalu dimekarkan dari Keuskupan Ruteng. Namun, festival ini terus menjadi urusan, kolaborasi dan kerja sama antara 2 keuskupan tersebut ke depannya serta dalam kolaborasi dengan para stakeholder lainnya, khususnya Pemerintah Daerah, Kementerian Pariwisata dan komunitas kultural, ekonomi, sosial, ekologis.

Stan Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng, satu dari puluhan stan lainnya dari Keuskupan Ruteng, seperti UMKM, dan lainnya di event Festival Golo Koe tahun 2025 di Labuan Bajo. Keuskupan Ruteng hadir setiap tahun di ajang berkelas ini dan mengambil bagian dalam menyukseskannya dalam semangat pariwisata sinodal.

“Hal inilah yang digarisbawahi oleh Bapak Uskup Maksi dalam sambutan pembukaannya. Beliau membubuhi karakter sinodal pada pariwisata sebagai sebuah ziarah bersama pelbagi pihak dalam mencari kebahagiaan dan merayakan persaudaraan,” ujar RD Dr. Martin Chen, Direktur Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng, saat berbincang dengan media ini disela mengikuti event tersebut, Kamis sore, 14 Agustus 2025.

Keuskupan Ruteng Terlibat dalam Festival Golo Koe

Dalam gelaran festival di tahun 2025 ini, Keuskupan Ruteng hadir dengan berbagai cara, seperti melalui partisipasi dalam aneka pameran, karnaval budaya yang salah satunya dimeriahkan oleh keluarga besar PUSPAS Keuskupan Ruteng, paroki-paroki, di antaranya rombongan PPA dan SEKAMI Paroki St. Mikael Kumba yang menampilkan dan membawa pesan bernuansa ekologis.

Para imam dari Keuskupan Ruteng didampingi para penari saat tampil menyanyikan lagu-lagu menghibur ribuan pengunjung/penonton di panggung Festival Golo Koe 2025 di Waterfront City Labuan Bajo.

Selain itu ada pula yang datang menyemarakkan festival dengan berbagai pentas seni, prosesi dan misa. Paroki Benteng Jawa, Paroki Colol dan Katedral Ruteng turut berpartisipasi dalam pameran UMKM. Tak sampai di situ, Keuskupan Ruteng juga mensupport tenaga-tenaga dan fasilitas dari Komisi Komunikasi Sosial (KOMSOS) dan peralatan sound system panggung festival dari Unika St. Paulus Ruteng.

Pesta Mencintai Ibu Bumi

Dalam awal homilinya pada Misa puncak perayaan FGK, Jumat, 15 Agustus 2025 di Waterfront City, Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat bertanya, “mengapa Tuhan memilih sore ini, di tepi laut ini, untuk kita merayakan Maria Assumpta sekaligus acara puncak festival Golokoe?”. Lalu jawabnya sambil merujuk pada pesta Maria Assumpta, “Karena Maria—seperti laut yang kita tatap—adalah misteri yang tak terbatas. Seperti bukit-bukit yang menjulang, Maria adalah jembatan antara bumi dan surga. Dan seperti Labuan Bajo yang menjadi gerbang menuju keajaiban-keajaiban tersembunyi, Maria adalah gerbang menuju hati Allah.” Karena itu Uskup Sipri menandaskan, “Pesta ini bukan ajakan untuk “melayang dari bumi”—tidak! Ini adalah undangan untuk mencintai bumi dengan cara Allah mencintainya. Karena di sinilah, di Labuan Bajo – di bumi yang indah ini—rencana Allah dinyatakan dan martabat manusia ditinggikan.”

Uskup Ruteng, Mgr Siprianus Hormat saat menyampaikan homilinya pada puncak acara Festival Golo Koe “Maria Assumpta” di Waterfront City, Labuan Bajo. Misa ini dihadiri ribuan umat yang juga datang dari berbagai wilayah di nusantara dan ingin menyaksikan dari dekat rangkaian acara seni budaya dan religi yang menjadi event tahunan.

Dalam kotbahnya yang sangat bernas, merujuk pada lukisan profetis Kitab Wahyu Uskup Sipri menantang umat, “Ketika kita merajut kebangsaan dan menata pariwisata, kita sedang memilih: apakah kita akan berdiri di pihak Perempuan berselubungkan matahari, ataukah di pihak naga yang ingin menelan semua yang indah?” Beliau mewanti-wanti, naga merah adalah simbol kuasa kejahatan yang di zaman ini memiliki wajah berikut: Keserakahan yang menjadikan alam ini sebagai mesin uang; Perdagangan manusia yang memperdagangkan anak-anak kita; Eksploitasi alam yang membunuh terumbu karang kita perlahan-lahan; Budaya yang dikomodifikasi tanpa martabat—dijual murah untuk selera turis; Pariwisata yang menguntungkan segelintir orang kaya, sementara nelayan kita semakin miskin.

Namun Uskup Sipri yakin, karya Allah tak bisa digagalkan oleh naga manapun! Dalam diri bunda Maria tampaklah kuasa Allah yang indah serta mengalahkan kejahatan dan kematian. Karya Allah ini terus berlanjut sampai saat ini, juga melalui kita, melalui Labuan Bajo, kota pariwisata super premium. “Labuan Bajo diberi anugerah panorama dan budaya yang luar biasa. Menghormati Maria sebagai “tabut baru” berarti menjaga anugerah ini: laut yang biru, bukit yang hijau, karang yang hidup, dan yang terpenting—manusia yang bermartabat.” ungkapnya meyakinkan.

Festival Golo Koe menjadi bukti bahwa pewartaan injil dapat berjalan seiring dengan promosi pariwisata dan budaya, menjadikan Labuan Bajo bukan hanya destinasi wisata dunia, tetapi juga ruang perjumpaan iman yang menguatkan persaudaraan Katolik. (Sasha Claudia)

Comments are closed.